Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Mahkamah: Sebuah Drama dengan Ending Menggantung

Diperbarui: 9 November 2023   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anwar Usman. (KOMPAS.com / IRFAN KAMIL)

Putusan MKMK bisa jadi mengembalikan kepercayaan publik terhadap Mahkamah Konstitusi, tapi bak drama penuh konflik ia meninggalkan sejumlah tanya di benak.

Selasa (07/11/2023) Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK.

Dissenting opinion (pendapat berbeda) disampaikan anggota MKMK, Bintan R. Saragih. Menurutnya, ipar Jokowi tersebut dijatuhkan sanksi "diberhentikan dengan tidak hormat."

Sanksi diberikan setelah terbukti paman dari Gibran Rakabuming Raka itu melakukan pelanggaran berat, terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Melanggar pinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, independensi dan kepantasan dan kesopanan, kata Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie.

Putusan MKMK bisa jadi dapat mengembalikan kepercayaan publik, yang sempat anjlok lantaran "perkara 90."

Putusan MK no 90/PUU/XXI/2023 membuka jalan bagi Gibran Rakamubing Raka (36), yang sedang menjabat selama 3 tahun sebagai Wali Kota Solo, untuk mendampingi Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024.

Bisa mencalonkan diri berkat klausul, "seseorang berusia sedikitnya 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah, dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres."

Perkara 90 telah menuai polemik di ruang publik. MKMK pun dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi demi menegakkan martabat dan kode etik hakim konstitusi.

Hasilnya, MKMK memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK. Tidak sebagai hakim konstitusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline