Kamis pagi angin bertiup. Dingin. Sekitar pukul 9 isi pesan WhatsApp dari nomor tidak dikenal membuat kening sontak berkerut.
"Pak/bu saya dari aplikasi Kre*** Pi****, mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Saya mau infokan bahwa nomor anda ini di cantumkan sebagai kontak nomor darurat dari nasabah kami : ATAS NAMA I** S****** A*******. Jadi kami mohon kerjasamanya untuk menginfokan beliau untuk membayarkan tagihan yg sudah melewati masa jatuh tempo ini sebelum jam 10:00 WIB."
Chat terakhir bikin naik darah, "Agar nantinya anda juga tidak ikut terganggu akibat tagihan dari beliau." (Catatan: tata bahasa, penggunaan huruf kapital, dan penempatan tanda baca sesuai dengan yang tertera)
Bagaimana tidak naik darah?
Pertama, saya tidak mengenal nama nasabah dimaksud. Tidak bakal ditemukan di dalam daftar kontak telepon. Benak tidak mampu mencari kaitan yang paling remeh sekali pun, demi mencari hubungan dengan person tersebut.
Kedua, saya tidak pernah berhubungan dengan pinjol di atas, apalagi menyetujui telepon pribadi sebagai nomor kontak darurat dari nasabah mereka.
Saya mengasumsikan bahwa mereka merupakan debt collector perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi.
Untuk menegaskan adanya kekeliruan, saya mengirim pesan balasan bahwa nasabah dimaksud tidak saya kenal. Tidak ada di contact list telepon genggam.
Selesai?
Tidak! Hari itu muncul telepon dari nomor-nomor tidak dikenal. Ada yang nomor belakangnya berurutan (misalnya: 503, 504, 505) dan yang acak.