Dianggap membawa hoki, saya diminta agar sering-sering mampir ke sebuah warung di tikungan jalan menuju permukiman padat.
Warung Umi. Menjual pecel ala Bogor, karedok, dan rujak ulek.
Di usia lebih dari 70 tahun, Umi tampak sehat. Nyaris semua persiapan hingga proses pelayanan kepada pembeli ia lakukan sendiri.
Kemarin saya menyambangi warung Umi demi membeli pecel tanpa lontong untuk sarapan. Sebetulnya saya tidak perlu jauh-jauh, warung Emak di depan rumah menjual penganan serupa dengan tambahan gorengan pula.
Jajan di warung Umi dengan pertimbangan bagi-bagi rezeki, kendati sak uprit.
Bagi Umi, ada lima atau enam pembeli saja sudah bagus. Seringnya sepi pengunjung. Beda dengan warung Emak yang selalu ramai.
Jadi tujuan saya makan pecel di warung Umi agar pembelinya bertambah. Boleh juga disebut bagi-bagi rezeki.
Entah kenapa, kali ini Umi menyajikan pecel sepiring munjung setara dengan satu setengah porsi biasanya. Pelan-pelan saya menghabiskan pecel ekstra banyak itu agar lambung tidak kaget. Kenyang banget.
Ketika pantat hendak beranjak membawa perut terisi full, pemilik warung UMKM itu meminta agar besok kembali lagi.
"Buat apa?"