Ketika berbuah, pohon ajaib itu membuat orang penasaran, lalu melontakan beragam tanya yang tidak kalah ajaib.
Entah sejak kapan mobil Google Maps memetakan pohon di depan rumah secara street view, menyelaraskan koordinatnya, dan membuatnya sebagai penanda tempat (landmark) dengan nama "Pohon Langka Kepel, Cindul, Simpol, Burahol, Turalak."
Google Maps menuliskannya sebagai pelestarian situs peninggalan.
Anakan pohon Kepel (Stelechocarpus burahol) setinggi setengah meter ditanam di satu sudut halaman depan, 25 atau 30 tahun lalu.
Sekian tahun tanaman membesar. Batangnya lurus menjulang. Pohon membentuk kerucut, meruncing di atas. Daunnya hijau tua, permukaannya mengkilap, dan keras.
Pada musim tertentu daun berguguran, berganti daun baru berwarna merah muda. Dari jauh seperti es krim berwarna pink.
Saya pernah memakan daun muda itu, yang konon berkhasiat menurunkan kolesterol tinggi. Namun tidak berlanjut. Pahit!
Buahnya lebat. Saya kira lebih lebat dibandingkan buah pohon Kepel di halaman dalam Istana Kepresidenan Bogor.
Buah bergerombol. Tidak menggantung di cabang atau ranting, tetapi menempel dari atas ke bawah pada batangnya. Menjadi pemandangan unik dan menarik bagi siapa pun yang melihatnya.
Rasa penasaran membuat mereka berhenti. Menanyakan tentang nama, rasa, khasiat, dan sebagainya. Senang menerangkannya dengan gamblang.