Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Alih Profesi dari Karyawan Jadi Pedagang Lantaran Kepepet

Diperbarui: 8 Juni 2023   08:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Rian pedagang siomay pikulan (dokumen pribadi)

Baru kali ini saya jalan-jalan pagi tidak sempat sarapan. Tadi sepotong ubi Cilembu keburu mengganjal lambung.

Setelah satu kilometer perjalanan, perut protes keras. Minta diisi sesuatu yang mengenyangkan.

Bubur ayam, nasi uduk, lontong sayur, dan beragam gerobak penjualan menu sarapan sebetulnya ada di sepanjang jalan. Hanya hati belum sreg menentukan pilihan.

Berjalan sedikit lebih jauh menyeberangi jalur lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) tanpa palang pintu.

Serem juga ya, mengingat KRL bisa datang setiap saat tanpa suara. Wussssss... Nongol tiba-tiba, kelar dah, berhubung saya tidak mampu lari menghindar.

Tiba di perumahan Haur Jaya Kota Bogor terlihat pikulan. Penjual siomay!

Siomay (sejenis dimsum), tahu, kentang, kol, paria. Semua penganan sudah dikukus. Dipotong-potong lalu ditambahkan saus kacang, perasan jeruk limau, kecap, dan sambal.

Lumayan enak untuk kelas penjaja yang berkeliling keluar masuk kampung. Sarapan ringan yang terlalu siang. Lebih dari pukul setengah sepuluh.

Tentu saja harga Rp1,250 per potong tidak sepadan, dibandingkan siomay di gerobak lebih bagus harga Rp5.000 per potong. Ukuran maupun kandungan ikannya tidak selevel.

Harga murah. Ringan di perut. Ringan pula di kantong: lima ribu perak dapat empat potong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline