Ramadan sudah melangkah separuh jalan. Titik terang belum terlihat untuk menyelesaikan satu perkara.
Saya berharap bisa melepaskan berkarung-karung beban di dalam dada.
Suara menggema ditelan gemuruh ombak lautan luas, "begini...ergh... kita tahu bahwa belakangan penjualan anjlok," seraya sekali lagi menatap satu persatu mata para manajer dan penyelia.
Kemudian saya menarik napas, "tahun ini pembayaran THR diutamakan bagi pegawai lapisan supervisor ke bawah. Jadi kalian mesti mengalah."
Mereka saling berpandangan lalu seketika riuh bak lebah menggaung.
"Ya! THR manajer dan penyelia ditangguhkan. Bagi yang memerlukan bisa mengajukan semacam uang muka dalam batas tertentu kepada HRD."
Sebuah keputusan yang sulit. Kondisi keuangan perusahaan belum pulih setelah dihantam gelombang persaingan terus menerus. Bisnis kuliner dengan produk serupa bermunculan.
Untuk itu saya dan manajemen berusaha bangkit. Meningkatkan kualitas produk, pelayanan, dan melakukan terobosan-terobosan. Namun manuver tersebut tidak langsung terlihat hasilnya. Butuh waktu.
Ditambah, penjualan saat Ramadan tidak sebagus bulan-bulan sebelumnya. Sementara itu Lebaran mulai mendekat.
Kafe dan restoran buka mulai sore sampai malam pukul sebelas. Beroperasi seperti biasa, kecuali musik hidup yang untuk sementara libur. Bar atau penjualan minuman beralkohol tutup selama Ramadan.