Perintah berpuasa bagi muslim dan muslimah sudah jelas. Dalil-dalil mengenai puasa dan tatacara pelaksanaan tentu sudah banyak dibahas. Terhampar beragam penjelasan ahli tentang makna puasa bagi kesehatan lahir batin.
Saya tidak hendak menulis ulang keterangan-keterangan tersebut atau membuat kompilasi. Oleh karena itu saya membuat sketsa: makna Ramadan menurut perjalanan usia.
Dasar gagasan semata-mata berasal dari pengalaman sendiri. Digali dari ingatan yang sudah mulai rapuh, kendati belum runtuh.
Masa Kecil
Tiada satupun makna puasa yang melekat di kepala. Dunia saat itu adalah bermain. Puasa merupakan keharusan yang digariskan oleh orang dewasa.
Pada hari masih gelap makan dengan mata berat. Siang perut keroncongan. Ada saja upaya mencari cara-cara untuk mengatasinya tanpa ketahuan, kendati sering gagal.
Namun demikian, Ramadan menjadi bulan yang menyenangkan. Menyediakan banyak waktu bermain sehingga lapar dan haus tidak terasa.
Masa Remaja hingga Kuliah
Mulai memahami bahwa puasa Ramadan merupakan kewajiban. Namun perasaan lapar dan haus tetap menghantui.
Bagusnya banyak kegiatan untuk menghabiskan hari. Sepedaan ala BMX (yang asli gak kebeli), jalan bersama teman menyusuri tepian sungai, main perang-perangan, ikut pengajian bersama di langgar, dan sebagainya. Belum ada gim komputer apalagi di hape.
Ramadan pada usia remaja juga membawa kepada kegiatan menonton balap liar selesai tarawih. Atau sengaja menyaksikan mobil keren bolak-balik balik memamerkan diri di jalanan kota.
Seiring dengan beranjaknya usia, kegiatan subuh dan tarawih bukan lagi menjadi ajang bermain. Lebih tekun memahami ajaran keagamaan. Kegiatan minta tanda tangan pengkhotbah seusai ceramah, seingat saya, masih ada sampai SMA.