Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Polisi Mengira Kepala Tanpa Rambut Itu sebagai Helm

Diperbarui: 31 Oktober 2022   07:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Naik motor main HP (motorplus) melalui kompas.com

Selagi menyeruput kuah lontong sayur buatan Emak warung nasi uduk, mendengar seorang pria berbincang di atas sadel sepeda motor yang sedang melaju. Tiada pembonceng pun motor mengiringi di sampingnya.

Berbicara sendiri! Gangguan kejiwaan?

Ternyata tidak. Sebuah telepon pintar menyisip di antara rahang dan helm. Rupa-rupanya ia sedang bertelepon ria. Demikian sibuknya sehingga tidak sempat berhenti.

Amatlah riskan berkendara sambil menelepon. Mengganggu konsentrasi. Bilamana mendadak ada rintangan, pengendara tidak bakal mampu bereaksi cepat. Meleng sekian detik bisa berakibat fatal.

Alangkah eloknya apabila ketika berkendara mendengar nada masuk terlebih dahulu meminggirkan kendaraan. Berhenti. Barulah mengangkat telepon. Atau menelepon balik, jika panggilan itu terlewatkan.

Saya tidak biasa bertelepon ria kala mengendalikan kendaraan.

***

Dalam tahun 2017. Pada satu siang yang panas saya sedang mengendarai sepeda motor matik di jalan menjelang Pasar Bogor. 

Sayup-sayup terdengar nada dering. Telepon genggam di saku menggetarkan dada. Demi mengetahui ada panggilan, saya pun menepi. Memarkirkan motor di tepi jalan Otista.

Bangku kayu di depan lapak belum buka mengundang. Saya duduk, melepaskan helm dan menaruhnya di samping.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline