Tadi pagi melihat hewan hendak dijadikan kurban. Di masjid depan rumah. Maka kegiatan jalan kaki untuk sementara berganti dengan acara menonton hewan menunggu panggilan terakhir.
Ada 50-60 orang datang lebih awal. Mengelilingi area pemotongan. Para petugas atau panitia kurban sedang mendapat briefing. Tidak lama kemudian acara pemotongan dilaksanakan.
Sesungguhnya terbersit rasa tidak tega, melihat hewan disembelih. Pada dasarnya saya tidak pernah tahan menyaksikan darah mengalir, kecuali dari tubuh sendiri.
Jadi saat itu hanya menyaksikan hewan yang dikurbankan sesaat akan disembelih, seraya melantunkan takbir dalam lirih. Diam melangitkan niat ikhlas.
Ketika golok tajam -- demikian tajam -- keluar dari sarungnya, kepala sontak melengos kepada hijauan pohon pala.
Terdengar suara melenguh putus asa dan napas deras dari kerongkongan sapi. Ada 3 sapi 7 kambing disembelih. Selama itu pula saya tidak berani menengok saat mereka menghadapi sakratulmaut.
Judulnya tidak menonton pemotongan hewan. Tapi menyaksikan sewaktu mereka masih hidup dan setelah diam dikuliti.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, jumlahnya lebih sedikit. Sejam selepas Zuhur potongan daging mulai dibagikan, baik kepada yang berkurban maupun berhak.
Marbot masjid mengetuk pintu, mengantarkan bagian daging untuk yang berkurban. Entah berapa kilogram, rasanya cukup berat.
Daun pepaya segera membungkus daging segar. Pengolahannya akan dipikirkan kemudian. Penting tidur siang dulu.