Pagebluk. Perekonomian ambruk. Jutaan buruh terpuruk. Berdagang adalah jalan logis di antara solusi. Tapi bila semua adalah penjual, siapa pembelinya?
Kepala Kasto sesak. Dipenuhi pikiran mengatasi masalah. Yakni menghasilkan pendapatan dalam jangka waktu cepat. Tabungan habis. Dompet terkikis. Belum bayar utang sebesar Rp 150 ribu kepada Acong.
Sepuluh bulan lalu pria berkacamata itu diberhentikan dari tempat yang selama sepuluh tahun memberinya penghasilan. Wabah berkepanjangan telah membuyarkan keuangan perusahaan.
Karyawan bagian produksi, pemasaran, dan pengemasan lebih dulu digulung gelombang pemutusan. Ia termasuk grup terakhir dipecat. Beberapa hitungan dan catatan mengenai posisi terakhir pos-pos simpanan, persediaan, kewajiban yang mesti dibayar, dan modal tersisa dibuat untuk disampaikan kepada pemilik pabrik.
Persinggungan antar manusia amatlah dibatasi, sehingga transaksi konvensional yang kian lama kian susut diganti oleh usaha berbasis digital.
Coba-coba mengikuti cara pemasaran menggunakan teknologi terkini, peruntungan Kasto tampaknya bukan di bidang ini.
Bisnis kripto? Belantara usaha yang tidak dipahaminya. Investasi binomo? Kasto hanya mengerti Bimoli. Mengeruk dolar dengan kerja global? Kualifikasi dimiliki tidak mampu menggapai. Jangan tanya soal kemampuan berbahasa Inggris, Kasto cuma tahu, oh yes oh no! Little little to me, but salary no up up.
Berbisnis kuliner? Kasto hanya memiliki kemampuan sederhana, seperti menggoreng tempe, tahu, membuat bakwan (bala-bala). Berdagang gorengan adalah peluang paling mungkin untuk menghasilkan keuntungan. Seperti dilakukan oleh sebagian besar teman dan tetangga sekitar rumah.
Tapi bila semua adalah penjual, siapa pembelinya?
Demi mendinginkan pertempuran di dalam kepala, Kasto mencari angin di pinggir kota.