Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Ngebon di Warung Teman, Bayar Kontan di Gerai Lain

Diperbarui: 12 Maret 2022   02:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi warung kopi dan jajanan sederhana (dokumen pribadi)

Di sebuah warung sederhana milik teman. Seusai makan mi, ngopi, dan mengambil rokok, seorang kawan beranjak, "catet dulu ya! Ntar gampang itungannya."

Ceritanya, seorang teman membuka sebuah usaha sampingan demi menambah penghasilan. Warung yang menyediakan mi instan matang, kopi seduh, dan rokok.

Cukup ramai. Selain menjadi tempat tongkrongan teman-teman, warung sederhana itu melayani penjualan untuk warga yang umumnya penghuni rumah kontrakan. 

Lumayan perputarannya, kendati bukan dalam volume besar. Rata-rata penjualan diperkirakan tujuh puluh lima sampai seratus ribu per harinya.

Maklum, modal ditanamkan tidaklah besar. Cukup memenuhi permintaan pasar sekitar. Modal ditanam berputar lancar.

Tidak sampai satu tahun usaha mikro tersebut tutup. Lho?

Permasalahannya, segelintir kawan membayar dengan cara ngebon (mengebon-KBBI) alias bayar belakangan dengan catatan, kendati sudah makan minum. 

Misalnya, Gustavo seusai menyantap mi rebus pakai telur, menyeruput kopi, lalu minta sebungkus rokok. Menghabiskan dua batang sembari bercengkerama dengan kawan-kawannya.

Kemudian ia bangkit menuju sedan terbarunya seraya berseru, "catet aja dulu, ntar gampang itung-itungannya!"

Padahal ketika makan minum di restoran lain atau berbelanja di gerai-gerai modern Gustavo selalu membayar kontan. Menggunakan uang tunai, debit card, atau credit card.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline