Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Makan Sehat Selama Ramadan agar Berat Badan Stabil

Diperbarui: 23 April 2021   06:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi makan sehat selama Ramadan dari laman FB Budi Susilo.

Setelah berpuasa di bulan Ramadan, sebagian orang mengeluh berat badan bertambah naik. Padahal frekuensi makan berkurang, dari tiga kali menjadi dua kali sehari. Bahkan beberapa orang meratap, karena terganggu kesehatannya.

Keadaan kesehatan itulah yang sempat saya alami pada tahun-tahun sebelum tiga Ramadan terakhir ini. Pada masa-masa itu, penambahan berat badan, gringgingen (kesemutan), asam urat, dan gangguan kesehatan lainnya muncul tidak lama setelah lebaran.

Kok bisa begitu ya?

Setelah melalui pemeriksaan dokter, diketahui pemicunya adalah:

  1. Pola makan kurang bagus, di mana terjadi ketimpangan dan kelebihan asupan.
  2. Terlalu banyak makan makanan berlemak.
  3. Kebanyakan mengonsumsi gula dan garam.

Di situlah letak kekeliruannya. Memang benar, harusnya dengan dua kali makan -sahur dan buka- dan menghilangkan makan siang, harusnya berat badan dan perihal kesehatan dapat dikontrol.

Jadi selama itu, sekalipun berpuasa terjadi perilaku makan berlebihan, akibat:

  1. Kekhawatiran terhadap rasa lapar dan haus membawa kepada kehendak untuk menyiapkan makanan enak lebih dari biasanya.
  2. Mengadakan persediaan melimpah berupa makanan berlemak, kue-kue bersalut gula, camilan, dan sebagainya.
  3. Selama bulan Ramadan mengonsumsi makanan "berat" demi menuntaskan rasa haus dan lapar seharian. Maka di meja makan tersedia: kurma, beragam gorengan, kue, penganan pembuka (es blewah, bubur sumsum, kolak, dan sejenisnya), ditambah hidangan utama (rendang, ayam kecap, gurami bakar, paru goreng).
  4. Pengadaan makanan penutup, semisal: aneka kue basah, kering, dan cake yang ber-kadar gula tinggi.
  5. Malam setelah tarawih, masih minum kopi tubruk sambil menghisap rokok ditemani aneka camilan.
  6. Lebih celaka lagi, saat merayakan hari kemenangan, saya "kalap" memakan hidangan seragam pada Idul Fitri, seperti: rendang daging atau tunjang (kaki sapi), opor ayam, sambel goreng ati, sayur godog (kacang panjang, petai yang dimasak dengan santan).
  7. Kebosanan terhadap makanan khas lebaran telah mengantarkan ke warung bakso, meski pengunjungnya membludak.

Ternyata, pola makan saat Ramadan dan perilaku "balas dendam" dengan makan segala setelahnya, memicu kenaikan kolesterol. Juga meningkatkan kandungan asam urat dalam darah. Jangan tanya soal penambahan berat badan.

Alhasil, waktu-waktu sesudah bulan Ramadan dan lebaran saya habiskan untuk beristirahat di rumah sakit.

Syukurlah, kejadian luar biasa pada akhir tahun 2018 membuat saya meruntuhkan kebisaan buruk. Kemudian merancang ulang pola makan, lalu membangun kebiasaan baru.

Menurut dokter yang menangani, juga disepakati oleh ahli diet, rutin makan sehat dan melakukan olahraga (bergerak, bagi saya) dapat menjaga kesetimbangan dan kesehatan. Selain itu, ia juga dapat memelihara berat badan agar tetap ideal.

Demikian pula ketika menjalankan ibadah puasa, disarankan agar menjaga pola makan dengan sebaik-baiknya, yaitu:

  1. Makan sahur dan berbuka puasa dengan asupan gizi seimbang: makanan mengandung cukup serat, protein, vitamin, karbohidrat, dan mineral.
  2. Tidak berlebihan saat bersantap sahur.
  3. Pun saat berbuka puasa. Dimulai dengan minum air putih, kurma (jika ada), makan dengan menu seperti hari biasanya.
  4. Memakan penganan pembuka seperti orang lain sedikit saja. Saya biasanya menghindari, karena akan mengakibatkan perut terlalu kenyang.
  5. Mengurangi konsumsi terlalu banyak garam, gula, dan makanan berlemak.
  6. Berhenti merokok, meski sesekali ngopi tanpa gula.
  7. Berolahraga teratur dengan berjalan kaki.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline