Sekian tahun lalu, seorang kawan pemborong mengeluh, event "Air Softgun Battle" yang baru pertama kali diadakannya mengalami kerugian. Harapan semula, komersialisasi kegiatan menghasilkan laba, sebagaimana halnya usaha di bidang konstruksi.
Belasan tahun sebelumnya, seorang sahabat yang kawakan di industri penyelenggaraan kegiatan menyatakan, kerugian di event perdana merupakan investasi. Hasilnya akan dipetik pada tahun-tahun berikut.
Bagaimana sebetulnya duduk perkara dua pernyataan berlawanan itu?
Baru-baru ini, di linimasa Facebook seorang sahabat lama, Harry Santoso (Koko) menggunggah status:
"Wawan Juanda adalah sahabat musik Bandung, namanya sejajar dengan Ndol Geafarry, Peter FG, Log Zelebour, Sofyan Ali, Adri Subono, Rinny Noor (alm), Denny S. (Alm), Peter Basuki."
Ah, ternyata dunia sempit, baru tahu kalau ternyata dua sahabat lama saya itu saling bersahabat.
Koko adalah teman kantor zaman baheula, yang bertanggungjawab terhadap urusan logistik dan teknik pada event "Peringatan HUT ke-50 Indonesia Emas, Program Pesta Rakyat" tahun 1995 di lapangan parkir timur Senayan (kini bernama Gelora Bung Karno).
Ia juga merancang layar air raksasa sebagai bidang tembak pertunjukan sinar laser di eks sirkuit Ancol dalam rangka ulang tahun SCTV pada tahun 1995.
Sekitar tahun 1999, pria bersahaja itu mendirikan Deteksi Production, dengan event pertamanya, yaitu: Tour Musik 21 kota Dewa 19.
Selanjutnya, perusahaan Event Organizer (EO) itu memproduksi berbagai pertunjukan musik dan hiburan, baik artis lokal maupun asing. Salah satu yang saya ingat adalah kegiatan Soundrenaline.
Wawan Juanda yang berasal dari Bandung, Jawa Barat, adalah senior sekaligus mentor saya, yang mengajarkan tentang banyak hal, termasuk dunia pertunjukan.