Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Ketahanan Pangan yang Bukan Kedaulatan Pangan

Diperbarui: 24 Februari 2021   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar papan nama di kompleks balai penelitian pertanian adalah dokumen pribadi.

Seorang anggota Komisi IV DPR RI menginginkan agar pemerintah meningkatkan akurasi pemetaan ketahanan dan kerentanan pangan. Hal itu berkaitan dengan hasil riset dunia yang menempatkan Indonesia di peringkat lebih rendah dibanding Zimbabwe dan Ethiopia dalam soal ketahanan pangan.

Global Hunger Index (GHI) adalah instrumen komprehensif yang dirancang untuk mengukur dan menjejaki tingkat kelaparan pada skala global, regional, dan nasional. Indeks ini ditentukan empat indikator:

  1. Kekurangan asupan kalori (undernourishment);
  2. Berat badan anak di bawah rentang normal (child wasting);
  3. Anak berkekurangan gizi yang kronis (child stunting);
  4. Tingkat kematian anak, akibat kekurangan nutrisi dan lingkungan buruk (child mortality).

Berdasarkan GHI, Indonesia menduduki peringkat ke-70 dari 132 negara, dengan meraih nilai 19,1. Indeks kelaparan itu turun, atau lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Poin tersebut dikategorikan Moderat (10,0-19,9). Selapis lebih baik adalah negara dengan tingkat kelaparan Rendah (di bawah 9,9). Sedangkan yang lebih buruk adalah Serius (20,0-34,9) dan Mengkhawatirkan (35,0-49,9). Selengkapnya dapat dilihat di sini.

Sedangkan menurut Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) atau Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan, jumlah daerah rawan pangan turun, dari 76 (tahun 2019) menjadi 70 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2020. FSVA yang dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) bekerjasama dengan World Food Programme (WFP), disusun berdasarkan tiga pilar: ketersediaan, akses, dan manfaat pangan.

Bisa jadi dua indeks tersebut menggunakan pendekatan yang berbeda. GHI mengukur kecukupan dan dampak kekurangan pangan. FSVA memetakan ihwal pangan saja. Bagaimanapun, FSVA menggambarkan tentang ketahanan pangan yang "semakin membaik" dibanding tahun sebelumnya.

Lantas, apakah ketahanan pangan itu mencerminkan kedaulatan pangan?

Ketahanan pangan berkaitan dengan amanat UU No. 18/2012 tentang Pangan, yang menggambarkan keadaan tersedianya pangan yang cukup (kuantitas, mutu, keragaman, merata, bergizi) bagi masyarakat.

Sedang kedaulatan pangan berbicara mengenai:

  • Kemandirian Pangan (Food Resilience) yang merupakan kemampuan negara dalam menghasilkan beraneka ragam pangan dari dalam negeri yang cukup untuk masyarakat.
  • Keamanan Pangan (Food Safety) menjamin bahan pangan bebas dari cemaran yang menggangu, merugikan, membahayakan kesehatan.

Kemudian kecukupan itu ditutupi dengan importasi, menimbang produksi dalam negeri tidak mampu memenuhinya. Diketahui, terdapat belasan komoditas diimpor dari berbagai negara, antara lain: beras, jagung, kedelai, gula, daging, bawang, lada, teh, kopi, kakao, cabai, tembakau, kentang, dan lain-lain.

Maka, dalam hal pemenuhan pangan penduduk Indonesia, baik menurut pemahaman ketahanan pangan maupun kedaulatan pangan, perlu dipertanyakan kedudukan Kementerian Pertanian sebagai pihak yang bertanggung jawab atas bidang pertanian dan peternakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline