Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Lomba Menulis yang Mengajak Kita Berbagi Kebaikan

Diperbarui: 26 Januari 2021   12:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar penjual di trotoar oleh schucke dari pixabay.

Adakalanya pejabat menanam harapan sedemikian tinggi mengangkasa, yang kemudian menuai kekecewaan rakyat biasa.

Dulu, seorang petinggi dengan jemawa menegaskan, bahwa fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat untuk membendung dampak krisis finansial. Tidak seperti halnya yang telah menimpa Korea Selatan dan Thailand.

Masa 1997-98 perekonomian Indonesia terpuruk dalam krisis moneter berkepanjangan dan lebih dalam dibanding dengan  negara-negara Asia lainnya. Ditandai dengan: melambungnya nilai tukar dolar AS dan valuta asing; mata uang Rupiah jatuh; harga barang melonjak, terutama produk impor; dan meredupnya kegiatan kantor.

Sebaliknya, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak terlalu kena imbas. Mereka masih bisa beraktivitas. Ditambah dengan orang-orang eks pegawai kantoran yang turut meramaikan lapak kaki lima, juga warung tenda.

Perekonomian UMKM menggeliat, berdagang melayani pegawai perusahaan yang masih bertahan dan masyarakat umum yang ngeceng (orang mejeng sambil berjalan-jalan).

Tidak seperti saat ini, di mana terdapat pembatasan pergerakan manusia, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau dengan istilah baru, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang membatasi pergerakan, interaksi, dan kemudian transaksi yang terjadi di masyarakat.

Kegiatan ekonomi semasa pandemi Covid-19 menjadi terkungkung, terlepas dari adanya imbauan pemerintah maupun kehendak sendiri untuk memutus mata rantai penularan coronavirus.

Dengan sedikit melebarkan penglihatan dan mata hati, resultan dari pembatasan aktivitas itu terasa di sekitar kita.

Pelaku usaha warung kopi, gorengan, nasi uduk, mengaku bahwa penjualan mengalami penurunan. Pun secara kasat mata, muncul pedagang tepi jalan dan asongan yang menjual berbagai barang, seperti masker, misalnya. Atau mereka yang mendadak menggelar meja di depan rumah, berdagang aneka masakan matang. Masih banyak contoh lain yang bisa diidentifikasi.

Meskipun demikian, mereka tetap menanam asa, dengan kegiatan usaha itu mereka berharap dapat menangguk penghasilan dari situasi yang tidak menentu pada dewasa ini.  Demi keluarga mereka agar bisa makan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline