Vaksinasi telah dimulai, namun segelintir pihak meragukan, bahkan menolaknya dengan berbagai dalih. Ribka Tjiptaning, dalam forum resmi DPR-RI, berkeras menolak disuntik vaksin.
Keengganan serupa disampaikan oleh sebagian masyarakat, dengan alasan cemas terhadap efek samping yang bakal mengganggu kesehatan dan ihwal kehalalannya. Selama pekan ini saja, jagat Twitter diramaikan oleh tagar #TolakDivaksinSinovac.
Daripada membahas gejala ketidakpercayaan terhadap vaksinasi, lebih baik kita membicarakan mengenai dunia otomotif beserta dinamika yang menyelimutinya.
Small, Slow, Ugly
Pada tahun 1954, Joe Vittone melalui EMPI California mengimpor mobil Jerman. Bersama Holt Haughey, pria keturunan Italia itu mengageni Volkswagen menggunakan dealership European Motor Products Incorporated yang pada perkembangan berikutnya bertransformasi menjadi Engineered Motor Products Incorporated.
Mobil bermesin 1.200 CC berkonfigurasi flat 4, aksesoris minim, bertenaga 36-40 HP itu resmi menjelajahi highway di Amerika dengan santai. Tidak butuh lama, warga Amerika pun nyinyir dan melabeli mobil mungil itu sebagai: SMALL, SLOW, UGLY car.
Mereka terbiasa dengan kendaraan produksi sendiri yang bermesin besar (3.500-6.000 CC, V6 dan V8), bertenaga ratusan HP, berjuluk MUSCLE CAR dan mengasapi VW Kodok nan lamban.
Kemudian waktu meruntuhkan gejala distrust atas soal otomotif. Kendaraan serba bulat itu menjadi demikian populer. Tidak hanya di Amerika, tetapi di seluruh dunia. VW Kodok pun gagah bersanding dengan muscle car yang tambun dan rakus, juga percaya diri berlaga di ajang balap mobil jarak 1/4 mil atau 402 meter (drag race).
Pada tahun tahun 70an, mobil-mobil buatan Jepang melakukan penetrasi secara agresif ke pasar otomotif Indonesia. Distrust muncul di sebagian kalangan masyarakat Indonesia yang nyinyir, "mobil kok kayak kaleng kerupuk, bodinya tipis."
Sebelumnya, mereka terbiasa memakai kendaraan bikinan Amerika, Sovyet, dan Eropa yang berplat tebal (1,2 mm atau lebih), tanpa pernah berhasil menciptakan moda transportasi darat tersebut.
Dalam tataran lebih besar, peristiwa Malari adalah gerakan penolakan terhadap mengalirnya investasi dari Negara Matahari Terbit.