Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Sahabat Sejati yang Berumah di Tikungan

Diperbarui: 10 Agustus 2020   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh robert1029> dari pixabay.com

Bab yang  terindah dari persahabatan sejati adalah mengerti dan dimengerti
(Seneca, filsuf Romawi)

"Braaaak...!!!," Rudulfo menghempaskan pantatnya pada lincak)* reyot yang nyaris ambrol di teras depan rumahku. Sebagian ijuk pengikatnya terputus. Wajahnya berlipat tujuh belas menggambarkan kekesalan berteras-teras.

Ah, pastilah permasalahan sama yang berulang menderanya, batinku. Tanpa bertanya, aku masuk ke dalam, menuju dapur, menyeduh kopi kesukaannya.

Air mendidih didiamkan dulu 2 menit sebelum dituang. Sendok kecil menghalau ampas mengapung, dari satu sendok makan peres bubuk kopi hitam, agar perlahan mengendap. Adukan lembut menyempurnaka seduhan itu.

Permakluman aroma kopi tanpa gula dan perkumpulan sekaleng rengginang tidak lantas membuat Rudolfo beralih dari perlamunannya.

Pandangannya kosong tertuju ke langit melompong. Matanya bolong sebesar bola pingpong.

"Kenapa?", tanyaku hati-hati.

Rudolfo menghela napas panjang, berkali-ka li, "Vinny!!! Vinny memutuskanku. Kurangku apa.....???"

Diseruputnya seduhanku. Riak di wajahnya berangsur tenang. Seperti permukaan telaga Situ Patenggang yang mendamaikan.

Sesungguhnya Rudolfo tergolong pria idaman umumnya wanita. Pembawaannya menarik, dengan wajah teduh dan postur di atas rata-rata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline