Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Penentu agar Terhindar dari Kerugian

Diperbarui: 17 Mei 2020   03:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Setiap orang bekerja mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya, dengan menjadi pegawai maupun wirausahawan. Mencari nafkah menyita waktu sedikitnya delapan jam sehari, sedangkan sisanya digunakan untuk bercengkrama dengan keluarga, bersosialisasi, refreshment (makan, minum, mandi) dan beristirahat untuk recovery.

Saya akan mengambil misal diri saya sendiri agar tidak menyinggung siapapun.

Pertama kali bekerja, saya berada dalam kondisi ideal: sepertiga waktu berkerja; sepertiga waktu: bersosialisasi, perjalanan pulang pergi ke tempat kerja, refreshment; dan sisanya untuk bercengkerama dengan keluarga, beribadah dan tidur.

Pekerjaan berikutnya menjadikan saya generalis dan multi-tasking, mengingat kompleksitas pekerjaan. Belakangan saya menjalankan usaha sendiri, dimana sebagian besar waktu digunakan untuk menangani proyek di beberapa kota berlainan sekaligus. Konsekuensinya, waktu dihabiskan untuk keliling ke setiap tempat untuk mengawasi.

Dengan itu, apakah kemudian waktu bekerja menjadi lebih panjang dengan mengorbankan waktu lainnya? Ya benar, ibadah dilakukan lebih terburu-buru, waktu istirahat berkurang dan waktu berkumpul dengan keluarga semakin jarang.

Kesibukan menyita waktu sehingga tidak dikenal tanggal merah atau hari libur, kecuali hari-hari di sekitar hari raya, kemerdekaan RI dan pergantian tahun. Beruntunglah pada saat kesibukan memuncak, Sang Maha Penyayang menganugerahkan sakit kronis yang membuat saya berhenti sekaligus dari kesibukan tersebut.

Belakangan saya berusaha memaknai sebuah surat pendek dalam Al-Qur'an yang diyakini berhubungan dengan kasus saya. Sebuah kitab kuno menafsirkan surat Al-'Asr, surat ke-103 Al-Qur'an dan terdiri dari tiga ayat, sebagai berikut (dikutip sebagaimana ejaan aslinya):

Dengan nama Allah, Pemurah, Penjajang

  1. Perhatikanlah masa.
  2. Sesungguhnja manusia itu didalam kerugian.
  3. Ketjuali orang jang ber-iman dan ber'amal baik dan berpesan-pesan pada mendjalankan keshabaran. )*

)* Manusia hidup dalam masa. Masa itu penting. Rugilah manusia jang liwatkan masanja dengan tidak mengerdjakan kebaikan baginja dan bagi pergaulan.

(Al-Furqan, tafsir Qur'an, oleh A. Hassan, dicetak di Surabaya, 1956)

Beberapa ahli menafsirkan masa sebagai umur manusia. Demi masa atau memperhatikan perjalanan manusia di sepanjang umur itu, apakah digunakan untuk kegiatan yang menghasilkan kebaikan atau kerugian? Kecuali bagi mereka yang memenuhi empat hal penentu: beriman, beramal baik dan berpesan-pesan dalam kebaikan (saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran).

  1. Beriman, berarti segala perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bersumber dari hati dan pikiran logis.
  2. Beramal baik, melakukan perbuatan kebaikan lahir batin sesuai tuntunan.
  3. Saling menasehati dalam kebenaran, yakni saling mengingatkan, mendorong, menyemangati untuk melakukan keimanan dan beramal shaleh.
  4. Saling menasehati dalam kesabaran, yaitu saling mengingatkan agar sabar untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, sabar menjauhi maksiat dan sabar menghadapi takdir Allah, dalam kegembiraan maupun penderitaan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline