Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Anggota DPR Pamer 3 Istri, Apa yang Terjadi Bila Dilakukan pada Zaman Orba?

Diperbarui: 4 Oktober 2019   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Beberapa hari terakhir beredar foto anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang berpose bersama tiga istrinya sekaligus. Berbagai kisah menarik kemudian berseliweran di sekitarnya. Keterbukaan pada era setelah reformasi membuat pejabat negara itu tidak perlu sungkan menunjukkan kebahagiaan bareng istri-istrinya di depan publik.

Lantas bagaimana dinamika poligami di kalangan pejabat pada jaman sebelumnnya, ketika pemerintah Orde Baru berkuasa?

Fadil Muzakki Syah atau Lora Fadil bikin heboh karena membawa 3 istrinya saat dilantik menjadi anggota DPR. Lora Fadil lolos ke Senayan lewat daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur 3 periode 2019-2024. Lora Fadil mencalonkan diri melalui Partai NasDem dan berhasil mendapatkan suara 40.713 di daerah pemilihannya (detiknews, Rabu 02 Oktober 2019, 13:39 WIB).

Bukan hanya Lora Fadil yang memboyong 3 istrinya menuju Jakarta pada saat acara penting tersebut, namun seorang anggota dewan di daerah juga mengusung istri-istrinya saat pelantikan.

Andi Sukma asal Partai Hanura membawa 3 dari 4 istrinya saat pelantikan anggota DPRD Kabupaten Luwu Utara Periode 2019-2024, pada Selasa (27/8/2019) lalu. Dari 4 istrinya, yang hadir hanya 3 orang karena 1 orang berada di luar daerah (https://regional.kompas.com/Jumat, 30 Agustus 2019).

Sebelum periode reformasi tahun 1998, tidak terinformasi publikasi mengenai pejabat atau aparat pemerintah berpoligami. Boleh jadi karena kalangan pegawai negeri tidak ada yang berani melakukannya dan atau sebab adanya aturan yang memasung insan pers. Media cetak memang dibatasi dengan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Televisi pemerintah menjadi alat propaganda pemerintah, pun TV swasta dikuasai keluarga Cendana. Sementara media sosial belum menggejala seperti saat ini.

Orang nongkrong di warung kopi hanya berani berbisik-bisik tentang fenomena wanita lain selain istri yang dimiliki oleh pejabat atau aparatur sipil negara. Khawatir tembok bisa turut mendengar. Ketika itu, omongan bernada menyentil pemerintah sah bisa berakibat fatal. Boro-boro mengkritiknya!

Gosip beredar, bahwa beberapa pejabat mempunyai wanita simpanan lain. Apakah ia dinikahi atau merupakan selingkuhan tidaklah bisa dibuktikan. Isunya, salah satu menteri saat itu mempunyai istri simpanan, seorang penyanyi dangdut. Dilakukan berbagai cara mbulet agar hubungan itu tidak terendus, diantaranya: menempatkansang penyanyi  sebagai komisaris satu perusahaan swasta. Memperoleh gaji, tunjangan atau fasilitas yang aduhai dari perusahaan. Sumber pendapatan perusahaan itu berasal dari proyek-proyek pemerintah, yang anggarannya dikelola oleh menteri bersangkutan. Alhasil tak terbukti satu rupiah pun mengalir dari kantong pribadi sang tokoh kepada istri simpanannya.

Gosip santer adalah mengenai kasus Dietje yang diduga berkaitan dengan Cendana. Kasus meredup seiring dengan terbunuhnya Dietje di kawasan Kalibata. Juga terbersit kabar burung, bahwa Soeharto memiliki "selir" dari kalangan artis. Konon itu yang membuat Ibu Tien Soeharto berang sehingga terbit PP No. 10 yang menakutkan bagi kalangan pegawai negeri pria

Kegentaran pejabat dan aparatur sipil negara (pegawai negeri) pria untuk beristri lebih dari satu karena berpangkal dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983. Peraturan dimaksud terbit atas desakan Ibu Tien Soeharto yang jengah dengan perilaku "Don Juan" beberapa jenderal, di antaranya: Jenderal Soemitro dan Herman Sarens Sudiro (historia).

Oleh karenanya, pegawai negeri sipil (sekarang: aparatur sipil negara) yang akan beristri lebih dari seorang dan ASN wanita yang hendak menjadi istri berikutnya dari bukan ASN, wajib memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari pejabat. ASN wanita tidak boleh menjadi istri kedua/ketiga/keempat dari ASN. Mereka yang melanggar, dijatuhi hukuman disiplin berat sampai pemberhentian tidak hormat dari ASN. PP Nomor 10 tahun 1983 jo. PP No. 45 tahun 1990 bisa ditengok disini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline