Proses Terjadinya Hujan
Udara di sekeliling kita banyak mengandung uap air. Manakala sejumlah besar massa udara ini terangkat ke lapisan yang lebih tinggi yang memiliki suhu rendah (dingin), maka massa udara tersebut akan mengembun. Kumpulan butir-butir uap air yang mengembun di udara inilah yang kemudian membentuk awan. Semakin banyak kandungan butir-butir uap airnya, semakin besar ukuran awannya. Awan yang banyak mengandung butir-butir uap air adalah jenis awan Cumulus, yang secara visual bentuknya seperti kembang kol. Awan jenis inilah yang dijadikan sebagai target penyemaian awan dalam operasi TMC.
Secara alami, hujan terjadi karena ada proses fisika tumbukan (collision) dan penggabungan (coalescence) terhadap kumpulan butir-butir uap air di dalam awan tersebut. Proses terjadinya hujan diawali ketika kumpulan butir-butir uap air di dalam awan (dalam istilah meteorologi disebut cloud droplet atau tetes awan) bertemu dengan partikel debu-debu di atmosfer (dalam istilah meteorologi disebut sebagai aerosol, sumbernya bisa dari penguapan garam-garaman di laut, polutan dari asap kendaraan bermotor atau asap pabrik, dan lain-lain) yang berfungsi sebagai inti kondensasi awan (dalam istilah meteorologi disebut Cloud Condensation Nuclei/CCN). Ketika butir-butir uap air (fase cair) ini bertumbukan dan kemudian menempel pada aerosol (fase padat), ukuran butirnya menjadi semakin besar. Selanjutnya mereka saling bergabung satu sama lain, sehingga ukurannya semakin lama semakin membesar. Dan ketika berat jenisnya lebih besar daripada gravitasi, butir-butir air tersebut kemudian jatuh menjadi hujan.
Agar mudah dipahami, saya selalu menggunakan analogi gelas di dalam kulkas untuk menggambarkan proses terjadinya hujan. Di dalam kulkas, banyak terkandung uap air. Jika kita menaruh benda padat seperti gelas di dalamnya, maka beberapa menit kemudian akan muncul tetes-tetes air seperti keringat di sisi luar permukaan gelas tersebut. Tetesan air ini terjadi karena uap air bertumbukan dengan permukaan gelas sebagai wahana padat, yang kemudian ketika ukurannya bertambah besar selanjutnya akan jatuh menetes ke sisi bawah gelas. Kira-kira analogi sederhananya seperti itu..
Proses Modifikasi Cuaca
Lantas apa dan bagaimana perlakuan yang dilakukan dalam aktivitas modifikasi cuaca?? Aktivitas modifikasi cuaca intinya adalah melakukan penyemaian awan (cloud seeding), yaitu menginjeksikan sejumlah bahan semai yang bersifat hygroskopis (mudah menyerap atau melepaskan uap air). Bahan semai ini berfungsi untuk menambah inti kondensasi ke dalam awan, sehingga proses terjadinya hujan bisa lebih cepat terjadi. Dengan semakin banyaknya inti kondensasi di dalam awan, maka proses tumbukan dan penggabungan berjalan secara lebih intensif sehingga pertumbuhan awan bisa lebih optimal dan hujan lebih cepat terjadi. Selain hujan yang terjadi bisa lebih prematur, efek lainnya yang dapat ditimbulkan dari aktivitas penyemaian awan adalah mampu menambah intensitas curah hujan dan memperpanjang durasi kejadian hujannya. Ilustrasi efek penyemaian awan dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Bahan Semai, Wahana dan Metode Penyemaian Awan
Bahan semai yang digunakan dalam misi TMC ada dua macam. Yang umum digunakan adalah NaCl berbentuk "super fine powder" (bubuk yang berukuran sangat halus) dalam orde mikron. Bahan semai NaCl powder ini dilepaskan melalui cerobong pada bagian kabin pesawat di sekitar punggung/tepi awan atau puncak awan target, pada saat pesawat melintas di area awan target dan mendapatkan medan updraft atau downdraft. Sementara bahan semai dalam bentuk hygroscopics flare (semacam suar/kembang api) dilepaskan dengan cara dibakar dari bagian mounting rack flare yang terpasang di bagian sayap pesawat. Pada saat pesawat melintas pada bagian dasar awan target, bahan semai flare dibakar sehingga asap pembakarannya yang berisikan partikel garam masuk ke dalam awan. Bahan semai jenis hygroscopics flare ini juga digunakan untuk implementasi TMC dengan metode penyemaian dari darat yang menggunakan wahana Ground Based Generator (GBG). Jenis flare lain, yaitu ejectable flare dilepaskan dengan cara ditembakkan pada bagian puncak awan. Penggunaan flare jenis yang kedua ini jarang sekali dipakai di Indonesia, karena peruntukkannya khusus untuk awan-awan dingin, yang umumnya banyak berada pada daerah-daerah lintang menengah dan tinggi. Di Indonesia, jenis ejectable flare ini jarang sekali dipakai karena awan yang banyak tumbuh di Indonesia yang berada di daerah tropis adalah jenis awan hangat.
Dalam penerapan TMC, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan bahan semai ke dalam awan. Yang paling sering dan biasa dilakukan adalah menggunakan wahana pesawat terbang (sistem dinamis). Selain menggunakan pesawat terbang, modifikasi cuaca juga dapat dilakukan dari darat dengan menggunakan sistem statis melalui wahana Ground Based Generator (GBG) pada daerah pegunungan untuk memodifikasi awan-awan orografis. Di beberapa negara, digunakan juga wahana roket untuk menyampaikan bahan semai ke dalam awan.