Menjelang pemilihan, para calon pemimpin melakukan pendekatan kepada masyarakat pemilih untuk mendapatkan suara mereka. Salah satu kelompok masyarakat yang juga menjadi incaran mereka adalah umat Kristen. Umat Kristen itu minoritas dalam jumlah, baik secara nasional maupun di banyak daerah, tetapi ternayata cukup menentukan terbukti mereka didekati oleh para calon pemimpin.
Di Denpasar, Bali, di musim politik yang lalu (2018), setidaknya diadakan dua kali pertemuan untuk tujuan politik seperti itu. Yang pertama dengan seorang calon gubernur dan kedua dengan seorang calon senator untuk pemilihan 2019. Dalam kedua pertemuan tersebut umat Kristen diwakili oleh para pemimpin gereja. Mendekati pemilihan umum tahun 2019 pertemuan-pertemuan seperti itu juga dilakukan.
Munculnya pendeta berpolitik praktis
Kini, musim politik 2024 telah dimulai. Kegiatan politik umat Kristen menggeliat dengan munculnya pendeta-pendeta berpolitik praktis.
Para calon pemimpin mulai mendekati umat Kristen. Sebagai contoh adalah Anies Baswedan, yang berniat mencalonkan diri sebagai presiden tahun 2024. Ia mendekati para pemimpin gereja dengan salah satu yang dilakukannya adalah memberikan bantuan.
Tidak ada masalah dengan pemberian bantuan tersebut, masalah muncul karena bantuan hanya diterima oleh organisasi gereja tertentu. Juga bukan karena iri kalau kemudian terjadi kisruh di gereja-gereja berkaitan dengan pemberian tersebut, tetapi karena penerima bantuan dianggap "terlalu murah menjual gereja".
Lalu munculah "gerakan pendukung Anies" di lingkungan gereja. Bahkan kabarnya ada pemimpin organisasi gereja yang menjadi tim suksesnya. Bahkan yang memprihatinkan, pendeta ini menyebut Anies "meneladani karakter dan ajaran Tuhan Yesus Kristus."
Masalah bantuan ini dikritisi oleh Civil Society Watch (CSW) yang mengunggah tulisan di media sosial berjudul "Kisruh Dana Bantuan Gereja dari Anies". Dalam tulisan tersebut antara lain dikatakan bahwa langkah Anies ini nampaknya berhasil membangun citra baru dia sebagai gubernur yang mengayomi umat Kristen, paling tidak pimpinan PGPI sudah memuji-muji Anies setinggi langit.
Satu nama pendeta terkenal yang dikabarkan berpolitik praktis, yaitu Gilbert Lumoindong. Sikap politik pendeta ini dikritisi oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB), Rudi S Kamri, yang mempertanyakan alasan Pendeta Gilbert mendukung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dalam artikel "Menang lewat politik identitas, alasan Pendeta Gilbert tetap dukung Anies pimpin Indonesia dikuliti", Rudi menulis, padahal Anies dikenal sebagai pemimpin yang memenangkan Pilkada melalui cara-cara intoleran, salah satunya politik identitas agama, kenapa seorang Gilbert mendukung dia.