Persoalan ujaran kebencian di negeri ini seakan tidak ada habisnya. Pelakunya pun sudah bukan lagi masyarkat yang mempunyai latar belakang pendidikan rendah, atau masyarakat yang tidak tahu apa-apa.
Pelaku penyebaran kebencian ini belakangan justru muncul dari kalangan terpelajar. Bahkan secara status sosial masuk dalam kategori orang terpandang.
Jika kita lihat kebelakang, banyak pelaku penyebaran kebencian yang harus berhadapan dengan proses hukum. Beberapa waktu lalu yang ramai adalah kasus Roy Suryo. Siapa yang tidak kenal dengan tokoh politik ini?
Dari sisi literasi, semestinya sudah tidak ada persoalan. Namun entah kenapa, yang bersangkutan dengan sadar menyebarkan ujaran kebencian yang berujung pada penetapan tersangka.
Sebelum itu, pimpinan ormas keagamaan yang baru saja dibubarkan, juga sempat berurusan dengan aparat keamanan perihak kebencian ini. Yang belum diproses secara hukum, tentu jumlahnya lebih banyak lagi.
Lihat saja apa yang terjadi di media sosial. Hanya karena persoalan sepele, ujaran kebencian menjadi pilihan sebagian orang. Ironisnya, penyebab saling membenci tersebut mulai dari hal sepele, hingga hal yang seharusnya tidak dipersoalkan.
Hanya karena perbedaan pilihan politik, antar sesama bisa saling membenci. Karena perbedaan pandangan bisa saling benci. Bahkan, berbeda keyakinan juga bisa saling benci. Ada apa dengan kita? Bukankah berbeda menjadi hal yang lumrah di negeri ini?
Mau berbeda pilihan atau keyakinan sekalipun. Indonesia adalah negara yang sangat dipenguhi dengan keberagaman. Sudah semestinya, tidak ada yang mempersoalkan keberagaman di negeri ini.
Namun faktanya, masih saja ada yang saling membenci, saling memprovokasi hanya karena perbedaan.
Semuanya ini memang tak bisa dilepaskan dari kelompok radikal, yang terus berusaha menyebarkan bibit radikalisme di media sosial. Kelompok ini seperti tak ada matinya.