Lihat ke Halaman Asli

budi prakoso

mari jaga kesehatan

Bentengi PNS dari Ancaman Radikalisme

Diperbarui: 7 Oktober 2021   23:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bhinneka Tunggal Ika - jalandamai.org

Tanpa disadari, Densus 88 terus melakukan perburuhan terhadap seluruh jaringan terorisme di Indonesia. Bekerja dalam gelap dan sunyi. Ketika ada tanda-tanda jaringan tersebut bergerak, petugas langsung melakukan penangkapan. 

Dan awal pekan lalu, publik dihebohkan dengan tertangkapnya salah satu jaringan terorisme. Bukan karena banyaknya bahan peledak yang ditemukan. Melainkan profesi dari tersangka tersebut. Pria yang ditangkap tersebut bekerja di BUMN Farmasi.

Awal Januari 2021, Densus juga telah menangkap jaringan terorisme di Aceh. Salah satu profesi yang ditangkap adalan pegawai negeri sipil. Beberapa tahun sebelumnya, juga ada jaringan teroris yang ditangkap di Probolinggo, Jawa Timur. 

Salah satu dari yang ditangkap profesinya sebagai PNS. Ada juga pelaku peledakan bom di Surabaya, salah satu istri yang ditangkap juga berprofesi sebagai PNS. Ini artinya, orang yang terpapar radikalisme dan terorisme, biasa berasal dari mana saja, termasuk PNS.

Padahal kita semua tahu, seseorang yang bekerja sebagai PNS, secara tingkat literasi pasti lebih bagus dibanding masyarakat biasa. Dari sisi logika, mungkin akan jauh lebih baik. 

Mereka juga harus menjalani tes kebangsaan, serta harus berikrar setia untuk NKRI, meyakini Pancasila sebagai dasar negara. Tapi persyaratan itu nyatanya tidak sepenuhnya efektif. Nyatanya, ada juga PNS yang menjadi anggota jaringan terorisme, meski jumlahnya tidak banyak.

Lalu, kenapa masih saja ada PNS yang terkontaminasi paham radikalisme? Apakah mereka melanggar sumpahnya sendiri? Atau sebelum jadi PNS pada dasarnya sudah terpapar radikalisme? Mungkin banyak pertanyaan yang menghantui kita semua. Karena banyak alasan yang tidak masuk akal yang masih menyelimuti.

Bisa jadi, ada unsur kesengajaan. Artinya, mereka sudah terpapar sebelum masuk PNS, dan berniat untuk menyebarluaskan ke lingkungan kementerian/lembaga. Ketika menghadapi ujian secara basis keagamaan, sengaja mereka tutupi. Didepan dia bersikap toleran, padahal didalamnya memelihara bibit intoleransi. 

Ketika diminta berikrar pada NKRI, mereka berbohong karena memang punya tujuan khusus. Jika mereka memang bertujuan untuk mengabdi, tentu akan berusaha semaksimal mungkin untuk membentengi dirinya agar tidak terpapar radikalisme. 

Faktor lain adalah mereka memang murni merupakan korban provokasi dari pihak tertentu, yang akhirnya bisa merubah cara pandang ASN tersebut menjadi radikal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline