Lihat ke Halaman Asli

budi prakoso

mari jaga kesehatan

Intoleransi dan Ancaman Keutuhan NKRI

Diperbarui: 11 September 2021   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Damai Itu Indah - tribunnews.com

Saya pikir semua orang sepakat, bahwa intoleransi adalah perilaku yang tidak baik dan yang tidak sesuai dengan budaya kita masyarakat Indonesia. Kenapa bisa begitu? Intoleransi telah melahirkan eksklusifisme. Intoleransi melahirkan rasa paling benar sendiri, menilai orang lain sebagai pihak yang salah. Pada titik ini cenderung sekali melahirkan perilaku intoleran, seperti diskriminasi atau pada titik perilaku tindak pidana. Intoleransi juga menjauhkan dari kesetaraan. Padahal kita semua pada dasarnya adalah setara. Karena manusia adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan.

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, tentu kita harus saling mengenal satu sama lain. Karena Tuhan menciptakan manusia saling berbeda, setiap manusia dianjurkan untuk saling mengenal satu dengan lainnya. Untuk bisa saling mengenal, tentu diperlukan kesetaraan dalam segala hal. Juga diperlukan rasa untuk saling menghargai dan menghormati, agar kita bisa saling memahami. Hal ini penting karena antar sesama pasti ada latar belakang yang berbeda dibelakangnya. Entah itu suku, agama, bahasa dan budaya.

Persoalannya, kelompok radikal masih terus gencar menebarkan provokasi dan ujaran kebencian yang bisa memicu terjadinya intoleransi. Setiap manusia pasti ada bibit intoleransi yang ada dalam diri. Bibit ini harus dibuang, tidak boleh dipeliharan. Sebaliknya, bibit toleransi yang harus terus dipelihara, diperkuat dan disebarluaskan. Dengan toleransi, keberagaman yang ada di negeri ini bisa hidup saling berdampingan, tanpa mempersoalkan mayoritas minoritas, tidak peduli muslim atau non muslim, jawa atau luar jawa. Semuanya bisa berdampingan, guyub rukun.

Sebaliknya, jika bibit intoleransi ini dibiarkan bisa mengancam keutuhan negeri. Tidak percaya? Beberapa tahun yang lalu pernah ada aksi pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai Sumatera Utara, hanya karena dipicu oleh provokasi di media sosial. Ketika pilkada DKI Jakarta beberapa tahun lalu, juga pernah terjadi perilaku intoleransi hanya karena dianggap pendukung kafir. Dan praktek intoleransi itu disebarluaskan ke media sosial, sehingga memicu terjadinya amarah bagi masyarakat yang tidak mempunyai literasi yang bagus.

Provokasi-provokasi intoleransi ini masih saja terjadi hingga saat ini. Kelompok Ahmadiyah sampai sekarang masih kesulitan untuk beribadah. Masjid yang biasa mereka gunakan untuk beribadah, seringkal dibakar oleh orang-orang yang mengklaim lebih beragama, lebih suci, dan paling benar. Orang yang mengklaim paling benar ini, bisa jadi belum tentu benar. Yang menyatakan orang lain kafir, bisa jadi yang mengatakan tersebut lebih kafir.

Mari kita introspeksi. Indonesia adalah negara yang kaya, yang tenang, yang sangat menghargai keberagaman. Indonesia adalah negara yang sangat terbuka terhadap perbedaan. Karena itulah jangan dirusak dengan radikalisme dan intoleransi, hanya karena merasa bagian dari mayoritas. Ingat, meski mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, bukan berarti semuanya harus didasarkan pada ajaran Islam. Di Indonesia juga ada masyarakat yang mengantu Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu. Mereka juga harus mempunyai tempat yang sama, mereka harus punya hak dan kewajiban yang sama. Tinggalkan perdebatan kenapa beda agama, beda suku, atau budaya. Mari kita saling bergandengan tangan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline