Lihat ke Halaman Asli

budi prakoso

mari jaga kesehatan

Literasi Digital, Jauhkan Bibit Radikal Online

Diperbarui: 12 Juni 2019   23:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hoaks - geotimes.co.id

Kata 'literasi' belakangan seringkali didengungkan di jagat maya. Ada apa dengan literasi? Ketika berbicara tentang ancaman provokasi, hoaks dan hate speech, banyak orang berpendapat salah satu upaya pencegahan bisa dilakukan melalui literasi digital. Maraknya propaganda radikalisme di dunia maya, juga telah membuat banyak generasi muda terpapar paham radikalisme. Dan salah satu solusi untuk mencegahnya melalui literasi digital. Ada apa dengan literasi digital? Kenapa penting dilakukan di era modern seperti sekarang ini?

Di penghujung Ramadan kemarin, RA, seorang pemuda asal Surakarta, Jawa Tengah, yang masih berusia 22 tahun mencoba melakukan percobaan  bom bunuh diri di salah satu pos polisi. Percobaan itu gagal. Setelah diselidiki, pemuda tersebut ternyata merupakan salah satu simpatisan ISIS. Dia merasa meledakkan diri di bulan Ramadan, merupakan bagian dari jihad. Padahal, Islam tidak pernah mengajarkan jihad dengan cara-cara kekerasan. Islam justru menganjurkan untuk saling menghargai, saling membantu antar sesama, dan saling menghargai keragaman. Beberapa tahun sebelumnya, IAH salah seorang pemuda asal Medan yang baru berusia 18 tahun juga berusaha meledakkan diri di sebuah gereja di Sumatera Utara. Rencana itu juga gagal seperti yang di Surakarta.

Setelah diselidiki, kedua pemuda tersebut ternyata terpapar virus radikal melalui media sosial. RA berusaha membuat bom dengan hanya belajar dari internet. Sementara hal yang sama juga terjadi pada diri IAH. Keduanya sama-sama mengalami self radicalization melalui media sosial. Fenomena radikalisme online ini memang bukan hal baru di Indonesia. Terlebih ketika ISIS mengeluarkan perintah untuk menguasai media sosial, di Indonesia langsung terasa. Para simpatisan ISIS menebar propaganda radikalisme, mencari anggota, hingga menggalang dana dilakukan secara online. Sistem baiat pun juga bisa dilakukan secara online. Karena kemudahan inilah yang membuat banyak generasi muda yang terpapar radikalisme.

Karena itulah, literasi digital menjadi hal yang tak bisa dilupakan di era digital seperti sekarang ini. Literasi ini penting dilakukan, agar kita benar-benar mendapatkan informasi yang benar, sesuai fakta, dan tidak mengandung kebencian. Literasi akan membuat kita tidak mudah terjebak provokasi, yang selama ini begitu massif di dunia maya. Dengan memperkuat literasi, tidak ada lagi masyarakat yang mudah percaya terhadap hoaks dan pesan kebencian. Lihat yang terjadi selama tahun politik ini? Provokasi yang begitu massif, telah mengundang kelompok radikal turun gunung. Mereka seakan mendapatkan panggung, untuk terus menebar kebencian dan kebohongan. Karena kebencian dan kebohongan, akan mendekatkan diri sebagian masyarakat pada bibit radikalisme dan intoleransi.

Mari membekali diri dengan literasi, agar tak mudah terprovokasi. Ingat, radikalisme dan intoleransi merupakan bibit terjadinya terorisme. Dan dampak terorisme bagi bangsa ini, tentu sangat memprihatinkan. Indonesia sudah sangat sering merasakan aksi terorisme. Jika kita sepakat untuk berkomitmen melawan terorisme, maka bekalilah diri kalian dengan literasi digital, agar bibit radikal online tidak menyebar ke generasi penerus negeri. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline