Lihat ke Halaman Asli

Budi Kurniawan

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung

Mengapa Terjadi Ketimpangan?

Diperbarui: 8 Juni 2020   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya punya  teman SD namanya Edi 'saja'. Anak kampung Tua Tunu kota Pangkalpinang  yang pernah juara semacam olimpiade matematika  se kota Pangkalpinang. Di SD ia jagoan matematika dan selalu ranking 1 di kelas. 

Kami berpisah ketika saya masuk SMP negeri dan dia masuk SMP swasta yang masuk sore. Padahal nilai ujian akhirnya bisa masuk SMP negeri namun karena ingin membantu orang tua maka ia memilih  masuk sekolah sore hari. Saya bertemu terakhir dengan dia ketika dia ke rumah membeli sepeda bekas saya. 

Saya bujangan dan sedang pulang kampung libur semester saat kuliah di UGM saat itu dan ia sudah bekerja sebagai buruh harian untuk menghidupi anak dan istrinya.

Edi adalah contoh bagaimana orang yang terlahir dari keluarga miskin walapun seorang jenius akan kembali berpeluang jadi miskin seperti orang tuanya. Sayangnya Edi tak bisa memilih dari rahim ibu siapa ia akan lahir, apa sukunya dan dimana dia akan lahir. 

Andai Edi bisa memilih pastilah ia akan ingin punya Ayah Bill Gates, lahir di LA California, lalu kuliah di Harvard dan kemudian meneruskan usaha orang tua dan tetap jadi orang kaya. 

Saya sendiri kalau bisa memilih ingin lahir dari rahim Megawati, lalu kuliah di MIT terus jadi menteri hehe.. Itulah penjelasan sederhana dari apa yang diistilahkan oleh John Rawls dengan the veil of ignorance.  

Suatu konsep yang hampir mirip dengan patrimonial capitalism yang digagas oleh Thomas Piketty. Dimana kapitalisme terbentuk karena warisan atau keturunan bukan karena kerja keras, inovasi, entrepreneurship dan kompetensi. Kata Piketty patrimonial capitalism lah penyebab ketimpangan di dunia dimana mereka yang terlahir kaya akan semakin kaya sedangkan yang terlahir miskin akan tetap miskin.

Untuk itulah kemudian mengapa ada negara perlu ada negara karena kontrak sosial sebuah  negara adalah untuk menciptakan keadilan atau kesejahteraan umum jika merujuk ke UUD 1945. Keadilan itu adalah ketika negara mampu membantu mereka yang lemah dan tak bisa memilih untuk dilahirkan jadi orang kaya,  agar bisa bersaing dengan mereka yang sudah dilahirkan kaya dari lahir.

Untuk menciptakan keadilan artinya negara harus memberi akses pendidikan yang sama bagi setiap warga negara. Jangan sampai orang Papua mendapat pendidikan yang minim dan Orang Jakarta mendapat fasilitas dan guru yang berkualitas. 

Jangan sampai orang kaya mendapat sekolah terbaik  elite dengan guru dan fasilitas baik, sedangkan mereka yang terlahir miskin hanya bersekolah di sekolah negeri dengan gurunya yang lebih sibuk mengurus bukti-bukti administrasi untuk mendapat tunjangan  sertifikasi daripada menyediakan hal hal yang lebih subtantif untuk meningkatkan kualitas pengajaran.

Pendidikan adalah tangga untuk naik status sosial, selama pendidikan juga terjadi ketimpangan  kualitas dan fasilitas antara sekolah negeri dan swasta, sekolah di kota dan di desa, maka ketimpangan akan selalu terjadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline