Lihat ke Halaman Asli

Budi Kurniawan

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung

Lampung Krisis Listrik

Diperbarui: 3 Desember 2015   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam 12 malam saat tulisan ini ditulis PLN Lampung mematikan listrik, tidak terbayang susahnya istri mengipas 3 anak kecil kami. Untuk itu maaf saya menggunakan kata "kejam" untuk Perusahaan Listrik Negara. Kata ini adalah kata yang mewujudkan kekesalan rakyat Lampung akan buruknya kinerja PLN akhir-akhir ini di Lampung. Bisa dikatakan bahwa bulan November ini adalah bulan dimana Provinsi Lampung berada pada titik nadir krisis listrik sejak era reformasi bahkan mungkin orde baru. Sayangnya semua stake-holders yang berhubungan dengan kebijakan energi di Lampung seakan tuli mendengar penderitaan rakyat Lampung. Bahkan surat permohonan audiensi yang jurusan Ilmu Pemerintahan UNILA kirimkan untuk audiensi kepada seorang Pejabat tinggi di negeri ruajurai ini sama sekali tidak direspon. Padahal surat ini adalah permohonan untuk menjadi pembicara seminar nasional yang mempertemukan staf ahli presiden bidang energi, PLN dan Pemerintah Daerah Lampung untuk berembug bersama mencari solusi masalah listrik di Lampung.

Ketidakpedulian para policy maker ini juga terlihat dari focus group discussion yang dilakukan oleh PLN dan Jurusan Elektro Unila bulan Oktober yang lalu. Acara ini terkesan hanya sosialisi bahwa "PLN akan mencabut subsidi listrik jadi rakyat mohon mengerti". Alih-alih bicara tentang krisis listrik di Lampung, para pejabat PLN malah terkesan membodohi para peserta bahwa PLN selama ini baik-baik saja dana agar efisien PLN butuh pencabutan subsidi. Sikap PLN ini bisa dikatakan tidak melihat konteks Lampung seolah-olah Lampung sama dengan Jawa yang bisa dikatakan jarang sekali listrik mati seperti yang setiap hari kita temui di Lampung. Benahi dulu kekurangan Daya baru Bicara Subsidi.

Peran Pemda

Apakah salah jika pemda lepas tangan dan mengatakan ini masalah PLN bukan urusan pemda? Jawabannya jelas salah, pemda juga harus bertanggung jawab. Coba lihat janji kampanye para calon kepala daerah, tidak satupun menyinggung masalah krisis energi ini, padahal hal ini nyata kita hadapi setiap hari. Pemda seharusnya punya peran untuk membangun pembangkit dan menjualnya ke PLN. Hal ini juga dilakukan oleh pemda Bangka Belitung dengan mendirikan pembangkit dan menjualnya ke PLN yang mempunyai hak monopoli untuk distrubusi. Ini salah satu solusi yang bisa andai pemda mau kreatif.

Kebijakan lain adalah gubernur bisa koordinasikan semua pemkab dan pemkot. Ajak mereka iuran untuk bangun pembangkit, minta pusat iuran juga, minta swasta iuran maka jika dilakukan gotong royong maka ini adalah hal yang mudah dilakukan. Itulah sebenarnya yang kita harapkan dari pemimpin-pemimpin daerah kita ini. Bersinergi untuk mengatasi krisis energi ini.

Pemda pun dapat melakukan tawaran percepatan pembangunan energi nuklir di Lampung. Jadikan Lampung sebagai daerah yang pertama di Indonesia menggunakan pembangkit tenaga nuklir di Indonesia. Tidak ada satupun negara maju yang tidak punya pembangkit listrik tenaga nuklir dan Lampung harus mendorong kempanye tenaga nuklir ke pemerintah pusat.

Lampung punya potensi tenaga panas bumi, namun sayangnya investasi sangat mahal dan spekulatif. Untuk itulah mengapa energi alternatif seperti nuklir lebih murah dan effisien ketimbang panas bumi. Tetapi hal ini bukan bearti panas bumi tidak lagi dilirik. Untuk itu peran perusahaan asing yang memang bagus dalam research panas bumi sangat dibutuhkan, jadikan kampus sebagai mitra mereka untuk mencari titik-titik panas bumi yang potensial.

Peran Swasta

Swasta tentunya sangat menginginkan listrik yang baik, namun banyak juga swasta yang sebenarnya bisa mendirikan pembangkit listrik sendiri. Pemda dapat mendorong mereka untuk tidak bergantung dengan listrik PLN dan mendirikan pembangkit sendiri untuk mengurangi kekurangan daya listrik. Wajibkan perusahaan-perusahaan untuk mendirikan pembangkit dari gas misalnya. Sinergikan dengan PLN dalam rangka membeli kelebihan energi mereka.

Solar energy yang semakin murah bisa jadi alternatif bagi mal dan supermarket. Orang kaya pun didorong untuk menggunakan solar panel di rumah mereka sebagai energi tambahan untuk kebutuhan rumah mereka. Beri subsidi jika perlu bagi swasta dan rumah tangga yang mau membeli solar energy panel.

PLN harus transparan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline