Lihat ke Halaman Asli

Budi Kurniawan

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung

Critical Thinking, Cara Berpikir yang Minim di Kampus Kita

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebagai pembimbing dan beberapa kali menguji skripsi mahasiswa, saya seringkali menemukan dan membaca skripsi yang pada bab metodeloginya terdapat statement; "skripsi ini menggunakan metode deskriptif qualitatif". saya agak terganggu awalnya dan bertanya kenapa mayoritas mahasiswa saya menggunakan cara ini. Apa karena ikut-ikutan skripsi sebelumnya atau memang budaya mahasiswa Indonesia? dan yg paling ekstrem Apakah juga karena dosen metodeloginya tidak pernah mengajarkan metode lain dalam penelitian?

Akhirnya saya menemukan jawabannya juga. Ketika mengikuti EAP di IALF jakarta baru-baru ini saya menemukan sebuah buku menarik tentang perbedaan  style of thinking mahasiswa Asia dan Eropa.Tulisan berikut ini adalah ringkasan dari buku tersebut.(Ballard dan Clancy: study Abroad: A Manual for Asian Studies. KL: Longman 1984)

Sebagai contoh seorang mahasiswa Asia asal Jepang ketika meneliti ttg pemikiran ekonomi Milton Friedman. Sang mahasiswa mulai dengan mendeskipsikan dengan detail ttg latar belakang keluarga dan kehidupan personal Friedman. SKemudian sang Mahasiswa hanya meringkas pemikiran Friedman tanpa memberi koment dan kritik apapun.

Tentu saja esay ini dikritik oleh dosennya yg orang barat. Apa relevannya informasi yg seabrek-abrek ttg Friedman?. tidak ada analisis ttg pemikiran sang ekonom dan apa bukti2 yang diperoleh untuk memperkuat pendapat Friedman?dll

Dari contoh orang Jepang ini kira2 menggambarkan apa yg umumnya terjadi di mahasiswa saya yaitu kurang berpikir kritis. Mahasiswa Asia dan khususnya Indonesia dalam belajar di bangku kuliah hanya dengan "mengingat" informasi yg diberi sang dosen dam pemecahan masalah pun telah disediakan oleh sang dosen. Model ini disebut penulis dengan istilah pendekatan belajar "reproduksi". Sistem pemebelajaran  model ini di negara2 barat hanya diterapkan pada anak sekolah dasar yg memang belum mampu berpikir analisis, namun di Indonesia sistem pemebelajaran seperti ini masih berlaku di bangku kuliah bahkan s3.

Dalam penulisan esay atau skripsi. Metode reproduksi hanya merangkum, menggambarkan, identifikasi serta mengaplikaiskan formula atau informasi. Sedangkan Seorang mahasiswa yang memiliki critical thingking dia melakukan lebih dari itu, yaitu: mempertanyakan, menilai dan mengkombinasikan kembali ide dan informasi  yg didapat kedalam sebuah argument.

Idealnya dalam pada level perguruan tinggi pendekatan belajar menggunakan meotode yg disebut analytical approach (critical thingking). Pada metode ini mahasiswa tidak hanya dituntut untuk mengingat informasi yg didapat dari dosen ttp juga mempertanyakannya dan berpikir kritis terhadap pengetahuan yang ia dapat. Selanjutnya seorang mahasiswa ketika naik level  master dan Ph.D dituntut untuk berpikir spekulatif yaitu memulai research independent untuk menemukan kemungkinan dan penjelasan lain ttg sebuah masalah penelitian.

Wallahu'alam



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline