Lihat ke Halaman Asli

Budi Kurniawan

Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Lampung

Sayang Anggito

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_323750" align="aligncenter" width="620" caption="Anggito Abimanyu di tengah wartawan. Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption] Saya tidak kenal dekat dengan Anggito Abimanyu. Hanya pernah ketemu sekali secara langsung ketika DEM FE UGM mengadakan seminar tentang utang luar negeri dan saya hanya sebagai mahasiswa S1. Selentingan kabar burung ada yang membicarakan kedekatannya dengan para ulama di Jogja. Sewaktu saya s2 di Canberra, kiprah beliau pun saya dengar yang duetnya bersama Sri Mulyani berhasil melakukan reformasi birokriasi di Departemen Keuangan, departemen yang menjadi tempat beliau menghabiskan waktu untuk mengabdi sebagai kepala BKF dan terakhir menjadi wamenkeu yang kemudian tidak dilantik oleh Presiden SBY. Tidak ada citra negatif yang saya dengar kecuali berita positif bahwa beliau orang jujur, cerdas, sederhana dan mendorong para pegawai depkeu untuk maju. Akhir-akhir ini kiprah AA menjadi terkenal bukan karena masalah haji dimana saat ini beliau menjadi dirjennya, tetapi hanya karena masalah 800 kata artikel opininya di kompas yang dituding plagiat. Setelah saya cek, ini benar-benar plagiat. Saya tidak habis pikir bagaimana bisa seorang Doktor lulusan Universitas Pennsylvania, sebuah universitas bergengsi di AS bisa melakukuan hal yang sangat diharamkan dalam sistem pendidikan Barat. Di Barat yang kebetulan saya pernah mencicipnya dikenal adagium " ide sekonyol apapun asal asli maka diterima, sebaliknya ide sebagus apapun namun dari hasil plagiat maka hukumannya DO". Sebuah konsekuensi hukum yang menunjukan karakter jujur adalah yang paling utama dalam pendidikan. Sebenarnya masalah plagiat ini masalah yang dianggap remeh oleh kampus-kampus kita. Budaya copas adalah budaya yang sudah mendarah daging di kampus kita. Bukan hanya mahasiswa bahkan dosen pun melakukannya. Banyak dosen bahkan tidak tahu cara melakukam paraphrase atau kutipan langsung. Karena memang tidak pernah diajar menulis ilmiah. Kampuspun tidak mau menghabiskan uang untuk langganan software anti plagiat seperti turnitin. Bagi mereka mungkin kejujuran tidak lah penting atau kalah pentingnya dengan pembangunan fisik gedung-gedung baru. Sebenarnya AA itu sedang apes saja. Ia berada di puncak gunung es kebobrokan kampus kita. Sayangnya UGM atau MWA dibawa guru saya Prof Sofian Effendi malah terkesan membela. UGM bertaruh kredebilitas nya dalam kasus ini. Apakah rela kampusnya kehilangan wibawa hanya untuk membela AA walaupun AA itu SDM UGM yang paling hebat sekalipun.  ( Klarifikasi langsung dari Prof Sofian Effendi dapat dibaca di komment Pembaca di bawah tulisan ini). UGM sebenarnya bisa belajar dari Fareed Zakaria, seorang kolumnis terkenal dan pernah dituduh plagiat. Penulis buku the post American world lulusan Harvard ini pernah dihukum tidak boleh menulis selama beberapa bulan karena plagiat. Fareed Zakaria pun meminta maaf. Setelah hukumannya berakhir ya kita masih bisa memabaca ulasan-ulusan berkualitas dari FZ. Untuk kasus AA ini filosofi Mandela cocok untuk dipertimbangkan UGM. Forgive but not forget. Cukup dihukum seperti FZ lalu maafkan sehingga saya masih berharap dapat membaca lagi tulisan DR AA di kompas untuk mebahas ekonomi kita. Terakhir, Saya  berharap para intelektual menulislah di Kompas atau media yang lainnya untuk mencerdaskan bangsa dan sebagai bagian perjuangan advokasi kebijakan ketimbang mencari tenar. Karena levelnya seorang dosen bergelar Dr memang menulis di Jurnal ilmiah Internasional bukan malah menyibukkan diri menulis di artikel opini koran, kecuali tadi jika memang ada sesuatu hal yang penting untuk diketahui publik dan pengambil kebijakan. *Penulis adalah alumni FISIPOL UGM, Penulis berterima kasih kepada para senior Mas Bayu Dardias dan Mas Novri Susan atas inspirasinya sehingga penulis meminjam berapa ide dan datanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline