Penjara, disebut juga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tentunya pasti menarik "diperbincangkan" mengingat di dalamnya terdapat sekumpulan manusia yang terampas kemerdekaan/kebebasannya guna menjalani hukuman sementara waktu atau seumur hidup atau menunggu eksekusi kematiannya sebagai konsekuensi yang harus diterima dan dijalani karena melakukan kejahatan di negeri ini.
DR. Sahardjo, SH pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Jawa Barat, melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan.
Dasar pemikirannya, bahwa bukan saja masyarakat yang diayomi dengan adanya tindak pidana tapi juga pelaku tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal hidupnya kelak setelah ke luar dari lapas agar berguna bagi masyarakat (SISTEM BARU PEMBINAAN NARAPIDANA, Drs. C.I.Harsono Hs Bc.Ip, 1995).
Seiring dengan berjalannya waktu, tampak agak pudar gagasan mulia itu. Kondisi lapas belum memenuhi harapan, di antaranya terlihat hunian/kamar yang sempit ditempati banyak orang, tidur beralaskan tikar, toilet kotor dan bau.
Maka tak salah, kalau ada yang mengatakan bahwa lapas tak jauh beda dengan penjara bahkan terkesan seram walau mungkin tidak separah itu kenyataan di lapangan, mengingat di dalam Konsep Pemasyarakatan justru menekankan adanya "Sanggar, bukan Sangkar" di dalam lapas.
Bisa saja tidak semua narapidana gelisah menyikapi situasi dan kondisi (sikon) lapas yang dianggap masih jauh dari nyaman. Namun, di balik ketidak-nyamanan itu konon kabarnya ada "imbalan" uang atau materi yang diberikan narapidana kepada oknum sipir (petugas) dan/atau pejabat guna mendapat kenyamanan di dalam lapas.
Tak pelak, bergulir "berita miring" di antaranya adalah : bisa pilih atau pesan kamar, pakai atau sewa ponsel, penukaran narapidana dengan orang lain pengganti (joki), jalan-jalan ke luar lapas, penyalahgunaan dan peredaran narkoba.
Itulah sekilas potret lapas yang sarat dengan permasalahan, termasuk masalah narkoba. Paling tidak, diharapkan agar jajaran Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bisa legowo/ikhlas menerima masukan dari masyarakat untuk perbaikan dan penyempurnaan organisasi di masa mendatang. PEMASYARAKATAN DI PERSIMPANGAN JALAN, "Semua Bisa Diatur" tampak terjadi juga di dalam lapas. Itulah konflik kepentingan yang seharusnya bisa dihindari agar tidak menjadi "budaya."
Penjara Khusus Wanita di Kajang Selangor Malaysia merupakan salah satu penjara yang menghargai penghuninya sebagai manusia. Terinfo bahwa penjara itu selain bersih asri dan nyaman juga memberi profit keuangan bagi penghuni selama menjalani hukuman, bahkan telah memperoleh sertifikat ISO Manajemen Mutu dalam kelola kepenjaraan.
Tak kalah dengan penjara malaysia, maka pada tahun 2008 Lapas Wanita Malang mempelopori jajaran pemasyarakatan raih sertifikat ISO Manajemen Mutu dari Lembaga Sertifikasi SGS (System And Services Certification) perwakilan Indonesia.
Perolehan sertifikat tersebut merupakan jawaban atas tuntutan perubahan yang diinginkan publik, mengingat hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi poin rendah yaitu 4,33 kepada organisasi lapas terkait buruknya pelayanan kepada masyarakat.