Duh Gusti, kering sudah airmata ini. Bergalon airmata yang kutimba dari sumur-sumur terdalam, telah lama kering, menguap, dan sia-sia sepertinya. Betapa tidak ? Ramadhan belum cukup untuk menguras airmata limpahan empati dan kasih sayang, tapi ternyata airmata buaya kepura-puraan justru yang tersisa . Paradog, dan teramat menyedihkan.
Duh Gusti, mengapa kepura-puraan telah menjadi infotaimen yang diobral dengan begitu mudahnya. Sandiwara apa yang terjadi, sehingga imej dan pencitraan ini menjadi bagian terpenting dari panggung sandiwara kehidupan, yang terus menerus dipertontonkan. Engkau ya Tuhan, telah mewanti-wanti : ketika tangan kanan memberi, jangan sampai tangan kiri melihatnya. Tapi apa yang terjadi ? tak ada pengorbanan yang dilewatkan oleh lensa-lensa kamera, pena, tuts-tuts komputer, dan estafet dari mulut ke mulut.
Duh Gusti, berikanlah hambamu ini sebuah pelajaran terpenting tentang arti pengorbanan, keikhlasan, dan nilai-nilai yang tidak akan membangunkan sebuah umpatan, fitnah, pujian, dan riya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H