Lihat ke Halaman Asli

Sekelumit Sapa

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selalu saja ada kegelisahan mendera, bahkan kadang melambai menuju puncaknya. Kegelisahan dalam menahan berondongan dan badai kata-kata yang berkecamuk dan berkerumun di rongga kepala, meminta, memohon, bahkan meronta ingin segera dilahirkan menjadi gelombang-gelombang kalimat, memenuhi wajah-wajah kertas, lembar-lembar hari, berkas-berkas sepi. Setelah terlahir, lepaslah beban. Namun itu hanya sementara dan sesaat. Karena ternyata mereka tak henti di situ, tapi senantiasa bergerak; hidup; meminta bebas berkelana keluar pagar, keluar kampung, merindu dan menemui jiwa-jiwa pencinta. Ada yang bisa bersua, bercanda, bercengkerama, namun bisa juga ada yang hanya berkilas pandang, lalu lupa. Begitulah perjalanan ataupun pengembaraan, bersua teman lama, bertemu kawan baru; menghiasi romantika kisah. Kian banyak penemuan, kian hauslah pencarian. Mencari dengan mencair, lalu bertemu dan berbuah rindu. Lalu berjalan dan mencari menjadi ritual jiwa, terus berjalan dan mencari, tiada lelah tak kenal henti.

(sumber: diambil dari Sekelumit Sapa (semacam Kata Pengantar) dalam Buku Antologi Puisi SUKMA SILAM yang diterbitkan KACARARA, Bekasi tahun 2007)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline