Lihat ke Halaman Asli

Memahami Pola Pikir SBY

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak SBY terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia, dengan memilih pasangan JK sebagai wakilnya, peran partai pendukung di mata masyarakat adalah sangat sedikit karena saat itu figur SBY sangat tinggi. Gaya bicara, bahasa yang dipakai dan porsi badan yang dimiliki oleh SBY sangat disukai oleh masyarakat luas. Bahkan, ibu-ibu yang sedang mempersiapkan masakan selalu saja meluangkan waktu untuk melihat TV saat mendengar atau melihat SBY muncul di statiun TV. Namun banyak yang belum paham dengan pilihan SBY menjadikan JK dari partai Golkar sebagai wakilnya.
Pikiran maju SBY belum dipahami. SBY memilih seorang wakil yang bisa mengelolah ekonomi negara ini karena porsi kekuasaan akan dibagi dan wakil presiden diberikan porsi yang cukup besar dengan mengambil alih beberapa departemen di bidang ekonomi, sosial dan kesejahteraan rakyat, sementara Presiden bertanggung jawab dalam bidang politik dalam dan luar negeri dan hankam.
Peran wakil presiden yang diberikan cukup besar, tidak seperti wakil-wakil presiden sebelumnya, telah disalahartikan oleh masyarakat dengan mengkultuskan JK sebagai the real presiden, karena program kerja JK sebagai wakil presiden menyentuh langsung dengan kehidupan masyarakat luas. Pengkultusan ini diterima JK dengan gamblang tanpa perhitungan yang matang dan menyebabkan JK mengambil satu keputusan yang sangat besar, mencalonkan diri sebagai presiden berikutnya, bersaing dengan SBY. Hasilnya kita semua tahu, berapa suara yang diperoleh JK. Figur SBY masih terlalu kuat untuk dikalahkan. Seandainya JK masih dalam posisi wakil presiden, tentu keadaan akan berubah drastis dan kemungkinan besar pada 2014 JK akan menggantikan posisi SBY karena kinerja dan pengalamannya sebagai wakil presiden telah teruji. Walaupun kalah dalam pemilihan presiden, JK tetap dikenang sebagai orang yang telah berhasil berbuat sesuatu untuk negara ini dengan baik.
Kebijakan SBY dalam mengangkat pembantunya yang duduk sebagai menteri sangat jelas, beliau optimis dan memberikan kepercayaan yang besar kepada para pembantunya, dengan harapan semua masalah yang muncul di bidang yang dibawahi oleh menteri yang bersangkutan akan selesai di tangan menteri dan presiden hanya menerima laporannya. Kenyataannya ? Banyak menteri yang dinilai masyarakat tidak bisa bekerja dengan baik, bahkan terlibat dengan berbagai masalah. Usulan reshuffle sangat lambat direspons oleh SBY karena berbagai pertimbangan. Bahkan SBY dengan gamblang mengatakan kepada publik bahwa untuk melakukan reshuffle beliau perlu mempertimbangkan pendapat dari partai-partai pendukungnya dalam pilpres. Ini jelas salah, karena hak presiden untuk mengangkat dan memberhentikan pembantunya telah dicemari oleh presiden sendiri. Saat menteri tidak bekerja dengan baik atau terlibat masalah, presiden yang dicecar, bukan partai-partai pendukungnya ! Tentu ini sudah dipertimbangkan oleh SBY, apapun resikonya. Menjelang akhir masa jabatan sebagai presiden, SBY semakin banyak menuai kritik. Kinerja kabinetnya dinilai tidak bekerja maksimal dan bermasalah. Figur SBY pun semakin turun. Walaupun demikian usaha untuk tetap memaksimalkan kinerja pemerintahan masih terlihat. Semoga saja, harapan masyarakat untuk dapat memiliki pemimpin yang lebih baik dari yang ada sekarang ini akan terwujud sehingga tujuan negara untuk menciptakan rakyat yang adil dan makmur akan terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline