Lihat ke Halaman Asli

Membela Ulil Terkait LGBT

Diperbarui: 14 Februari 2016   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prokontra menyikapi twit Ulil Abshar Abdalla terkait LGBT yang dibuat 8 februari yang lalu masih terasa hingga hari ini. Beberapa netizen terlihat masih adu pendapat mengenai tafsiran twit tersebut. Setidaknya ada tiga kubu yang ikut dalam sebuah perdebatan, yaitu kubu pro ulil, kubu Kontra, dan kubu netral. Agar pembaca tidak penasaran, twit tersebut kucopas di bawah ini:

Sekali lagi saya ulang: Jika benar Tuhan mengazab Sodom karena LGBT, kenapa Dia tak mengazab negeri2 yg menolerir LGBTsekarang? Kenapa?

Kubu Pro ulil berusaha meyakinkan pembaca menggunakan opininya sendiri untuk membuat para pembaca faham dan yakin bahwa pernyataan Ulil tersebut tidaklah seperti yang ditafsirkan oleh kubu Kontra. Sedangkan kubu yang kontra berusaha menggali dalil-dalil terkait larangan homoseksual beserta ancaman adzabnya. Banyak juga yang memberikan sajian-sajian historis yang menggambarkan diadzabnya kaum homoseksual tersebut. Sedangkan kubu netral seringkali hanya berperan sebagai pembaca dan penasehat ketika kedua kubu mulai memanas. Kubu ini berusaha mengambil kebaikan dari kedua belah kubu. Birsikap tengah-tengah atau non blok.

Saya sendiri sebenarnya tidak mengenal kang Ulil secara personal. Pertama kali pemikirannya menjamah alam fikirku saat beliau mengisi seminar Nasional di UIN Sunan Ampel Surabaya yang mengangkat tema terkait Radikalisasi di indonesia. Acara itu diadakan oleh PKPT IPNU-IPPNU UINSA. Saat itu, Sunan Ampel belum jadi UIN, masih IAIN.

Masalah pemikiran kang Ulil, ada beberapa yang pro ada juga yang kontra. Meskipun secara metode saya sepakat dengan kang Ulil yang mengedepankan rasio dan hasil temuan sains. Namun tidak semua yang dipikirkan sejalan dengan apa yang kupikirkan. Tetap ada kontra pada kasus tertentu.

Dalam hal ini, saya mengajak pembaca untuk menyederhanakan statement kang Ulil ke dalam dua buah variabel, yaitu  "Adzab Sodom" dan "negeri-negeri yang menolerir LGBT". Variabel pertama nilainya sudah didefinisikan oleh kang Ulil, yaitu "karena LGBT". Jika variabel adzab sodom tanpa diikuti pendeklarasian parameter, maka cakupannya sangat luas. Bisa mencakup semua penyimpangan seksual. Namun, jika sudah didefinisikan dengan parameter "karena LGBT", variabel tersebut sudah tertutup. Hanya ada 4 jenis orientasi seksual saja, yaitu Lesbi, Gay, Biseksual, dan Transgender (gender dysphoria).

[caption caption="Twit Ulil Abshar Abdalla"][/caption]Nah! kang Ulil melalui statement tersebut (menurut saya) mengajak kita untuk berfikir secara ilmiah. Adakah negeri-negeri yang menolerir LGBT yang diadzab? Jika ada kubu yang mengatakan ada, maka ada pertanyaan lanjutan. Apakah parameter yang digunakan bahwa suatu bencana/musibah itu dikatakan sebagai Adzab? Apakah murni karena LGBT? Apakah Karena mereka dianggap kafir atau membangkang dari perintah Tuhan malah menikmati larangan? lebih jauh lagi, apakah yang kena Adzab semuanya LGBT atau tidak? Adakah yang beragama Islam? Adakah yang Polysexual, Pansexual, Gray-asexual, Demisexual, Aseksual, dan Heteroseksual?

Variabel kedua tidak didefinisikan parameternya agar kita mau berpikir. Agar tidak sedikit-sedikit bicara masalah adzab, bicara mengenai murka Tuhan, atau bicara tentang hal lain yang sebenarnya adalah hak prerogatif Tuhan. Agar kita tidak menjadi orang yang sok tau mengenai kehendak Tuhan, mana yang pantas diadzab dan mana yang pantas untuk diberi hadiah.

Jika kita hendak menafsirkan statemen seseorang, kita butuh pemahaman terkait gaya berpikir orang tersebut. Contoh sederhananya gini, jika seandainya kita disodori puisi karangan Khairil Anwar ataupun Rendra tanpa mengetahui sama sekali corak pemikiran dan kehidupan mereka berdua akan sangat sulit menafsirkan makna puisi tersebut. Meskipun sudah mengenal keduanya, multitafsir pun masih bisa terjadi.

Terakhir, saya ingin menyampaikan agar kita lebih berhati-hati dalam menafsirkan sesuatu. Tidaklah elok apabila sedikit-sedikit mendoakan seseorang kena adzab apalagi menyumpah serapahinya. Sepenggal kalimat twit kang Ulil itu tentu disarikan dari berbagaimacam sumber referensi yang telah tersimpan di memori otaknya. Tentu sangat lucu jika lantas ada pembaca yang menghakimi kang Ulil hanya berdasarkan penafsiran makna twit yang bersifat opini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline