Lihat ke Halaman Asli

Mereguk Ilmu dari Biografi Andi F. Noya

Diperbarui: 13 Februari 2016   04:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Buku Biografi Andy F. Noya"][/caption]

20 Januari yang lalu, aku setengah kaget ketika melihat twit sang istri yang mengabarkan sedang menunggu paketan buku Biografi Andy Noya dari Kompas. Setelah stalking twit demi twit, kudapatkan jawaban. Paketan itu didapat karena memenangkan Giveaway Sebuah Biografi Andy Noya yang diadakan oleh seorang blogger yang dikenal dengan nama Luckty. Jujur saja aku iri dengan istriku. Sejak lama, aku mengidolakan bang Andy. Ternyata malah istriku yang duluan mendapat buku biografinya. Cepat-cepat kuinbox istriku, "Ok! boleh saja kamu yang dapat buku itu, tapi lihat saja nanti aku yang akan selesai lebih dulu membacanya. kamu sedang hamil, gak akan kuat baca lama-lama", gurauku. Dia hanya membalas dengan emoticon genit yang membuatku tambah merana. Sekedar informasi: saat itu, aku sedang berada di luar kota dalam rangka urusan kerja. Jadi hanya bisa berkomunikasi lewat tulisan karena istriku mengalami gangguan pendengaran parsial. Tidak bisa kontak via panggilan telpon.

Urusan kerja tak kunjung selesai. Banyak yang harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan sebuah perusahaan kelapa sawit yang merelakan 100 hektar lahannya didemplot menggunakan pupuk hayati temuan kami. Semangat kami menghadapi tantangan itu sangat tinggi, meskipun lahan sawit yang dipilihkan sebagai demplot sangat ekstrim. pH airnya sangat tinggi, 2,8 sangat masam dan kandungan logam berat pada tanah juga sangat tinggi. kami ditantang untuk menetralkan pH dan kandungan logam berat. Istriku saat itu sedang hamil, intensitas kemanjaannya meningkat drastis. Hampir setiap jam inbox menanyakan kapan pulang. Konsentrasiku pun sering terganggu. Akibatnya, realisasi kerja tidak sesuai deadline. Jadwal kepulanganku mundur. Otomatis waktu untuk membaca buku biografi itu pun ikut mundur.

Dua minggu kemudian, setelah merevisi berkali-kali formulasi pupuk hayati dan mengalkulasi potensi efisiensi penggunaan pupuk tersebut, aku nyatakan final lalu aku serahkan hasilnya kepada big bos untuk ditinjau. Setelah memastikan tidak ada yang perlu direvisi lagi, aku segera pamit untuk pulang. Seperti sebelum-sebelumnya, aku tak pernah mengabari istri kalau mau pulang. Aku suka melihat ekspresi keharuannya ketika tiba-tiba aku muncul dihadapannya. Sungguh pemandangan yang sangat indah dan ingin kuulang terus menerus.

Singkat cerita, sore itu, aku mulai membaca buku biografi Andy Noya tersebut. Halaman demi halaman kubaca dengan cermat tanpa ada satu kata pun yang boleh terlewatkan. Sangking asyiknya membaca, tak terasa dalam waktu sekejap telah merampungkan seperempat halaman. Do'i geleng-geleng melihat aku tampak serius membaca lagi usai sholat maghrib. Dia komentar, "baru kali ini, aku melihat kakak niat baca. Eh, tapi tunggu dulu! Itu membaca skipping apa scanning kok cepet dapat segitu?," tanyanya meragukanku.

"Ya baca serius lah...". Belum sempat kulanjutkan, dia menimpali, "halah! kakak biasanya kalau baca buku suka loncat-loncat kok". sindirnya.

"beda lah. Biasanya kan baca tutorial. Kalau sudah bisa kan bisa diskip. Tapi ini beda bacaannya", jawabku membela diri.

Dia mengangguk-anggukkan kepala seakan menerima pembelaan diriku. Aku pun melanjutkan ritual membaca yang menurut kalkulasiku akan rampung sebelum tengah malam. Tetapi ternyata ada hal yang membuatku gagal mengkhatamkan buku itu malam itu juga. Aku baru ingat kalau ada undangan kenduri bakda isya di rumah tetangga. Ibu mertua mengingatkanku tepat sebelum adzan isya'.

Malam itu, sepulang dari acara kenduri, mataku sudah terasa berat. Rasa kantuk telah menguasainya. Aku pun segera memberi isyarat pada istri untuk segera tidur. Waktu itu, dia sedang asyik menggarap laporan penelitiannya. Dia pun segera menutup laptopnya dan mempersiapkan diri untuk tidur.

Ritual membaca buku kulanjutkan lagi esok hari seusai sholat jum'at dan khatam sebelum matahari tenggelam. Banyak pelajaran dan hal baru yang kuketahui dari buku itu.

Pertama, aku baru tahu kalau bang Andi adalah mantan preman jalanan. Rasa kagumku sempat turun saat mengetahui kenyataan itu. Aku membatin, "ternyata orang yang kuidolakan sebejat itu? asyem!".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline