Lihat ke Halaman Asli

Insiden Oknum Suporter Mempermalukan Presiden?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Sungguh sangat disayangkan, timnas sepakbola kita kalah dalam laga kedua Pra Piala Dunia melawan timnas Bahrain, setelah sebelumnya timnas kita juga takluk 3-0 di kandang Iran. Laga yang dilangsungkan di Stadion Utama Gelora Bung Karno malam tadi (6/9) berakhir dengan skor 0-2 untuk kemenangan tim tamu. Laga tersebut sempat dihentikan karena ulah suporter yang melemparkan botol minuman dan menyalakan kembang api yang diarahkan ke tengah lapangan. Tentu saja hal ini menciderai nilai-nilai sportifitas dalam dunia olahraga. Atau inikah memang gambaran umum dari perilaku suporter dalam mendukung tim yang dicintainya.

Fenomena gunung es

Kejadian tadi malam seolah menjadi sebuah puncak dari gunung es yang tampak, setelah banyak terjadi di persepakbolaan kita tentang rusuh antar suporter, perkelahian antar pemain, pengeroyokan wasit dan atau pemain lawan (bahkan oleh official klub juga), maupun sederet rapor merah persepakbolaan di negeri ini. Pertanyaannya, apakah yang menjadi dasar dari gunung es tersebut ? Jawabnya tak lain dan tak bukan adalah MENTALITAS dari para suporter itu sendiri. Mendukung tim kesayangannya secara membabi buta tanpa menghiraukan aturan dan norma-norma yang berlaku. Imbasnya, ketika tim kesayangannya menang maka akan tinggi hati dan sombong, menjelek-jelekan lawan, mengeluarkan euforia berlebihan yang sering memicu konflik SARA. Sedangkan bila kalah maka akan hilang kesadaran dan melakukan hal-hal sesuai emosi yang menguasai dirinya, tanpa bisa berpikir jernih layaknya semangat sportifitas dalam dunia olahraga.

10 contoh sederhana dari fenomena gunung es :
1. Setelah tim kesayangan menang, membuat status sombong di facebook dengan merendahkan tim lawan.
2. Setelah tim kesayangan kalah, membuat status yang menjelek-jelekan tim lawan, bahkan "kebun binatang" pun seringkali menghiasi statusnya.
3. Adanya group di facebook yg "anti suporter ini", "ganyang suporter itu", "musuh abadi suporter anu", dll.
4. Pertarungan "menjijikkan" pada kolom komentar di dunia maya.
5. Budaya terobos pagar untuk menonton pertandingan secara gratis.
6. Teriakan yel-yel yang menjelek-jelekan tim lain.
7. Sering terbakarnya emosi bila terpicu oleh hal-hal sepele yang seharusnya dihindari.
8. Main hakim sendiri (memvonis dan mengeksekusi) ketika tim kesayangannya merasa dicurangi.
9. Merasa tim kesayangannya adalah yang terhebat, dan tidak terima serta mencari kambing hitam ketika timnya kalah.
10. Lebih parahnya lagi, bila ada pemain di tim kesayangannya yang bermain jelek (atau melakukan blunder misalnya) maka akan jadi bahan cercaan yang diluar batas kewajaran.

Sepakbola dan panggung politik

Tak dapat dipungkiri bahwa sepakbola adalah magnet kuat yang dapat menarik animo dari segala lapisan masyarakat, tak heran sepakbola sering dijadikan komoditas politik. Lihatlah banyak tokoh politik di tingkat daerah yang merangkap sebagai bagian dari klub di daerahnya. Hal yang paling baru adalah komentar wakil ketua DPD RI, La Ode Ida (dalam runing text metrotv) yang menyebutkan bahwa tindakan suporter malam tadi menggambarkan tidak adanya penghargaan bagi presiden SBY. Apakah benar ulah suporter tersebut membuat malu SBY ? Apa masyarakat seperti kita-kita yang menonton di layar kaca ini juga tidak malu ? Sungguh sangat disayangkan, ternyata benar sepakbola kita seakan sudah menjadi tradisi untuk komoditas politik dengan mengatakan kejadian ulah suporter tersebut membuat SBY malu (bahasa kasarnye : membuat citra SBY jadi/tambah jelek). Sebenarnya yang kita butuhkan adalah seseorang yang tampil melakukan kerja nyata, bukan hanya sekedar omongan. Ketum PSSI, Djohar Arifin Husin, yang belum kita lihat prestasinya (malah beberapa kebijakannya menuai kontroversi), setidaknya telah melakukan kerja nyata turun tangan untuk ikut meredam situasi paska insiden pelemparan botol dan kembang api ke lapangan, bukan hanya banyak ngomong dengan segala statement tentang pencitraan seseorang (ane juga malu tauuuu, karna ulah oknum suporter tadi malem).

Pada akhirnya, kita berharap seorang pemimpin yang berani kerja keras turun tangan membenahi persepakbolaan kita. Semoga pak Djohar Arifin mampu melaksanakan amanat untuk memperbaiki kondisi persepakbolaan, dan tidak ikut masuk ke dalam kubangan politik pencitraan.

BRAVO TIMNAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline