Lihat ke Halaman Asli

Mati Ketawa ala Obama (11)

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

KORUPTOR di Indonesia

"Haduh alamat rumah pribadinya si Mister Obama berapa ya, koq saya lupa" berkata dalam hati bung Bubup, sambil membolak-balik halaman per halaman buku yang sampulnya sudah kumal.

Kertas-kertasnya pada halaman pun sudah kucel dengan banyak tulisan yang lebih parah dari cakar ayam. Banyak tulisan tak beraturan, mulai dari puisi kampungan, beberapa nomor handphone online shop yang dituliskan disana-sini tak tentu arah, alamat perusahaan (produk) yang kira-kira bisa dijadikan sponsor acara tarkam, alamat dealer motor yang sering menyokong pembuatan spanduk kalau bung Bubup bikin Festival Tarkam Fair, alamat kenalan yang biasa dimintai tolong untuk negosiasi sewa tempat maupun sewa perlatan panggung, sampai coret-coretan utang kepada temannya pun ada di beberapa halaman, dll.

"Ahiakz, akhirnya ketemu juga nich alamat si Mister Obama" teriak bung Bubup dengan girang (gk pake tante).

Sejurus kemudian bung Bubup menulis sebuah surat yang akan dikirimkan kepada Mister Obama.

* * * * * * *

Sampurasun, Mister Obama.

Sudah lama nich kita gak saling koresponden (lebaaay), ini juga baru nemuin alamat mister, hehee. Gimana kabar mister, Michele, anak-anak, dan Burisrawa si anjing peliharaan mister ? Semoga semua sehat aja ☺

Ada kabar terbaru nich mister. Di harian Kompasiana lagi ada topik mengenai "korupsi dua orde" nich. Wah, kalo dicermati sich dari orde baru dan orde reformasi sama-sama mempunyai kekurangan dan kelebihan.

Orde Baru

Rakyat merasa aman terkendali, kondusif, tak ada persoalan menyangkut kedaulatan internasional, rakyat merasa dilindungi pemimpin. Tapi, kebebasan individu banyak terkekang, "vokal" sedikit langsung otomatis bakal "menghilang", rakyat dibuat sejahtera tanpa tau dari utang luar negeri itulah yang dipakai, sumber daya alam yang dikuasai oleh negara malah dibagi-bagi jatahnya dengan pihak luar negeri dengan sedikit masyarakat yang memperoleh bagian. Utang yang sedemikian besar juga rawan dimanfaatkan menjadi ladang korupsi dan pada akhirnya, generasi selanjutnya yang menanggung utang ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline