"Parfum Bodyshop, krim pelembab, lipstik merah muda, maskara.."
Kau sebut saja apa yang belum, semua itu ada di rak lemari kostanku.
"Langsing, muda, cerdas, pintar, cemerlang.."
Boleh ditambah lagi sederet kelebihan, semua ada padaku..
Di usia 20-an akhir, karirku ada di puncak tertinggi. Kemudaanku ada dalam kesegaran yang matang, tak heran banyak lamaran nikah yang datang menantang. Tantangan yang masih saja kuhadapi dengan bimbang, hingga si Abang datang.
Abang yang mampu menghadirkan lagi keperempuananku. Merebakkan kerinduanku akan berkeluarga dan punya anak. Hingga walaupun karir berakhir jadi bagian transaksi aku dengan si Abang, tak apalah. Bahagia juga punya harga bukan?
***
"Bawang, tomat, cabai, beras, lengkuas,.."
Sebut saja semua keperluan dapur, harganya aku hapal di luar kepala.
"Masak, belanja, tidur, kadang senggama.."
Putaran roda kegiatan yang itu-itu saja membuat aku terpikir seolah bagai tikus mencit yang berlari di atas roda berjalan. Berlari tidak untuk maju ke depan, berlari hanya untuk tidak jatuh.
Ugh! Tapi jika melihat tiap Abang pulang dengan penat, tapi masih sempatkan beri cium di jidat. Saat malam-malam sendirian kini berteman lelaki, tempat aku bisa menyusup di sela ketiaknya.
Apatahlagi saat pagi itu Sensitif yang kucelupkan di air seni terpagi membuat garis merah membayang perlahan. Aku dan Abang menatap penuh dada berdebaran..
"Aku hamil Baangg.."
Kalau saja saat itu aku bawa kamera, mau rasanya memotret wajah Abang yang sumringah. Dia menciumku berulang dan berkeras melakukan tes ulang, hanya agar dia bisa dapatkan test pack juga sebagai kenangan.
Akh, kalaupun mencit, aku berkeras takkan jatuh, sebentar lagi aku menjelma utuh.