Pilkada Serentak dan Tradisi Natal yang Mulai Bergeser (Makna Natal Bagi Masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Pilkada Serentak 09 Desember)
Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mayoritas masyarakatnya beragama Kristiani pada tahun-tahun sebelumnya ketika masuk pada bulan Desember sudah disibukkan dengan urusan agama untuk mempersiapkan diri memasuki masa Natal yang dilaksanakan pada tanggal 25 Desember. Nyanyian-nyayian Natal telah terdengar dimana-mana, trompet-trompet telah membahana keseluruh sudut-sudut kota akan tetapi sudah masuk hari ketiga bulan Desember kebiasaan itu belum terdengar sedikitpun.
Tentu saja karena alasan pilkada sehingga yang ditemukan bukan pohon natal tetapi poster atau wajah-wajah para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang digantung atau ditempelkan dimana-mana. Sementara Gereja saat ini memasuki masa Adventus dimana umat menantikan kedatangan Yesus Kristus sebagai raja damai bagi umat Kristiani diseluruh dunia. Sebagai provinsi yang masyarakatnya mayoritas beragama Kristiani, atribut-atribut natal seperti; pohon natal dan gambar-gambar natal sudah harus ditemukan di sepanjang jalan di kota maupun di desa.
Tentu saja sebagai provinsi yang masyarakatnya mayoritas umatnya beragama Kristiani, Nusa Tenggara Timur telah menjadi sorotan dunia tentang umat kristennya yang taat beragama dan takut akan Tuhan. Menjadi sangat menarik lagi ketika presiden Joko Widodo memilih Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai tempat pelaksanaan Natal Bersama Nasional (Kompas, Online 2015). Akan tetapi tradisi itu telah mengalami kemunduran karena sebagian masyarakat di beberapa kabupaten di provinsi Nusa tenggara Timur sementara disibukkan dengan urusan Pilkada.
Budaya latian koor, lomba-lomba menyongsong natal, pembentukan panitia natal bersama tingkat Dusun, Desa dan Kecamatan hampir tidak lagi ditemukan di wilayah Nusa Tenggara Timur. Menyimak beberapa media cetak regional NTT, saat ini lebih banyak memberitakan seputar masalah sosial politik ketimbang memberitakan tentang persiapan natal dan makna natal bagi umat Kristiani. Timor Expres edisi kamis, 19 November 2015 halaman 8 memberitakan tentang sejumlah mahasiswa dan masyarakat pada umumnya menggelar aksi menolak pilkada di kabupaten TTU dengan beberapa alasan yang cukup masuk akal.
Semenatar di daerah lainnya para tim sukses dan petugas KPU sibuk memberikan sosialisasi tentang proses pemungutan suara dan juga mengenai tugas para saksi didalam Pilkada tanggal 09 Desember mendatang. Akan tetapi lebih jauh saya mau mengatakan bahwa seharusnya masyarakat tidak terlampau dikuasai oleh hawa nafsu duniawi dan kemudian melupakan nilai-nilai dan moral didalam masyarakat termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh Gereja.
Pilkada Yang Bersih, Jujur Dan Adil
Gugatan saya yang pertama adalah masyarakat Nusa Tenggara Timur yang multikultur ini tidak menjadi media provokasi atas nama sarah sehingga memecah bela kerukunan antar umat beragama di kalangan masyarakat oleh para elit politik. Para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus lebih cerdas memberikan pendidikan politik bagi masyarakat sehingga kehadiran mereka di bulan desember ini menjadi warna baru, hadirnya sosok pemimpin yang mencintai damai dan menjadi contoh bagi masyarakat lainnya. Para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus mampu memaknai bulan desember sebagai bulan penuh berkat dan bulan penuh damai.
Sehingga pilkada serentak pada tanggal 09 desember mendatang menjadi pilkada yang bersih, jujur dan adil. Bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Calon Bupati dan Wakil Bupati harus Jujur kepada masyarakat dan masyarakat juga harus jujur untuk memilih pemimpin yang benar-benar mampu memimpin demi kemajuan daerah / Nusa Tenggara Timur secara regional dan Indonesia secara Nasional sesuai dengan hati nurani. Dan adil maksutnya adalah tidak ada tipu daya terselubung oleh para elit politik kepada masyarakat, hindari kecurangan dan tradisi pengelembungan suara untuk memenangkan paket tertentu.
Peran Media
Gugatan saya yang kedua adalah media massa baik cetak dan online agar berhati-hati memberikan informasi kepada masyarakat. Karena kemajuan teknologi dibidang informasi memungkinkan orang sekarang menyebarkan informasi kepada orang banyak, dalam waktu yang singkat dalam bentuk yang memikat, dan dengan isi yang semakin akurat. Media sosial inilah yang kemudian dapat menganggu keamanan didalam masyarakat serta rawan pada konflik tumpah darah. Karena media sosial saat ini banyak diminati oleh masyarakat. Misalnya koran, radio, TV ini banyak sekali diminati oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur, sementara yang meminati media sosial ini adalah masyarakat yang pendidikannya rata-rata sehingga semakin banyak dia mendengar, membaca di media sosial sehingga semakin mudah pula ia dipengaruhi oleh “pesan sponsor” dari pemberitaan tersebut. Inilah yang saya mau katakan media harus lebih dewasa dalam pemberitaan, menjauhkan unsur kepentingan sehingga bulan desember yang penuh berkat dan bulan penantian ini tidak menjadi kacau balau akibat pemberitaan media yang dengan alasan pilkada. Bulan desember harus lebih banyak diartikan sebagai bulan yang memberikan kedamaian sehingga pilkada serentak nanti tidak terjadi konflik dimana-mana.