Lihat ke Halaman Asli

Mau Menjadi Kabut?

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mau Menjadi Kabut?

Tanya danau padaku di ujung dini.

Aku tidak menjawabnya,  selain memandang permukaan danau yang telah berubah menjadi kaca cermin tertutup sutera kabut.  Sungguh, ada kekelaman, misteri, dan aneka kisah tersimpan di sana, tatkala angin menggiring kabut menepi untuk menjadi embun-embun di dedaunan, rerumputan, tetumbuhan, bahkan aneka benda di sisi danau.

Aku terdiam...memandang bintang yang sudah lama menghilang.

Dahiku dingin sampai pipi, bahkan embun menghiasi rambutku yang kini tidak sewarna lagi.

Aku terpaku...ingin menjawab danau, tapi sapuan lembut bayu memintaku tetap diam.

Janganlah berkata-kata, dengan diammu, suara jiwamu sampai ke langit saat dihiasi aneka awan dari uraian embun di rambutmu.

Angin sejuk menusuk jiwaku pada dingin ujung pagi bersama menepinya kabut.

Air diajak menari.

Alun, riak, ombak, sedikit gelombang berkecipak menjelma harmoni musik.

Lihatlah dengan jiwamu, mengapa kau tak menari?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline