Lihat ke Halaman Asli

Wisata Arwah

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAGI yang belum meenembus kematian ragawi maka kehidupan arwah (roh) menjadi perbincangan tabu, sementara beberapa orang yang sudah mengalaminya dalam mati suri, maupun koma, mati sementara secara fisik, ditambah para waskito, dununging kuncaraning gusti kang murbehing dumadi (dukun), hal seperti itu merupakan satu sisi dari dimensi kehidupan. Alam arwah sesungguhnya nyaris sama dengan alam fisik. Alam keabadian yang tidak tersentuh masa. Tidak terang tidak gelap, memiliki aktifitas sesuai dengan spesialisasi masing-masing yang bersifat abadi. Taman-taman, tetumbuhan, segalanya seperti remang di kala petang menjemput senja. Kita bisa menyusurinya sekehendak hati tanpa batas dalam wilayah masing-masing. Inilah dimensi kehidupan tubuh rohani seseorang, yang bisa menikmati wisata tanpa terikat fisik. Bisa berlari cepat, melayang, bahkan terbang. Bisa menemui sesama yang sepadan dengannya. Kalau jarak lima kilometer biasanya kita tempuh beberapa jam, maka di alam arwah ini hitungannya menit. Misalnya dari tebing ke tebing lainnya tak perlu menuruni lembah, cukup melayang bahkan terbang mencapainya. Satu hal... kalau para 'DUKUN' maupun para waskita lainnya, tidak akan diperkenankan menyatu dengan saudara kita yang sudah mati fisik. walaupun bisa menjumpai bahkan berdialog dengan intim. Setidaknya ini sisi pengalaman hidupku ketika menghantarkan almarhum Yenyen Yustiani ke alam kelabu tahun 1999.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline