Lihat ke Halaman Asli

Sisi Hidup

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air danau masih diwarnai aneka kecipak dan riak tarian ikan, aku memperhatikannya dari bawah pohon belimbing, bicara pada mereka, "Menarilah ikan-ikanku. Ciptakan gelombang indah di danauku yang menimangmu agar terus berkembang-biak."

Aku tersenyum, memperhatikan wajah-wajah para pemancing yang gelisah, kesal, karena dari pagi hingga menjelang petang belum juga mendapatkan ikan. Aku mendekati mereka dan bicara lirih. "Hentikan merokok saat memancing, saudara-saudaraku. Ikan-ikan di sini tidak menyukai aroma tembakau rokok yang menempel di umpan-umpanmu. Mintalah pada Nyai Ronggeng yang memiliki ikan-ikan di danau ini. Cuci kedua tanganmu, basuh wajah dan kakimu, lalu memulailah meminta dan memasang umpan, lemparkan pancingmu sesukamu, maka kalian tahu jawabannya.

Semua berpaling ke arahku. Wajah mereka aneh-aneh, melebihi keanehan profilku di mata mereka. Beberapa orang mengikuti saranku, dan agak menjauh dari kelompok pemancing.

Pemandangan jadi berwarna dan berbeda seindah cakrawala tergambar di wajah-wajah pemancing, karena mereka sudah mulai sering mengangkat ikan-ikan dari danauku.

Aku berlalu, menyusuri tepian danau, sembari mengambili aneka plastik bekas makan minum mereka, yang sengaja melemparkan aneka sampah itu di danauku.

Matahari kian jingga membiaskan warna-warni di antara ranting, dedaunan, bahkan cerminan permukaan danau. Kupandang matahari, seperti halnya hatiku ingin, terus menyinari bumi dengan aneka warna-warni.

Kemuning 2014 0802 081286020989




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline