Lihat ke Halaman Asli

M. Makarumpa

Imajinasi--Kaidah--Realitas

Masa Depan Indonesia Dalam Lensa Siklus Peradaban

Diperbarui: 6 Mei 2021   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Umat (bangsa) dan peradaban lahir, tumbuh dewasa, menua, lalu mati. Di antaranya ada yang mampu bangkit kembali, ada (pula) yang tidak dengan berbagai faktor. Keniscayaan ini menimpa semua bangsa di muka bumi sepanjang sejarah, tanpa kecuali. Tentang ini Al-Quran mengatakan, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya dan  memajukannya barang sesaatpun." 

Nas di atas mengilhami pemikir-pemikir dunia, satu di antaranya Ibnu Khaldun, filsuf abad pertengahan yang memperkenalkan teori siklus peradaban. Teori yang diamini oleh sejarawan, sosiolog, dan peneliti modern seperti Philip K. Hitti, Charles Issawi, Arnold J. Toynbee hingga influencer Mark Zuckerberg sebagaimana kesaksiannya atas Sapiens-nya Yuval Noah Harari. Sejauh ini tiada seorang pun membantahnya termasuk ilmuan Richard Dawkins yang menolak nabi-nabi, kitab suci Abrahamik, hingga Tuhan melalui Outgrowing God-nya yang terkenal itu.

Walaupun menyoal ini, Al-Quran tidak merinci sebab-sebab runtuhnya bangsa dan peradaban. Al-Quran memilih mengangkat cerita keruntuhan tujuh bangsa besar, yaitu kaum Nuh, 'Ad, Tsamud, 'Aika, Tubba', Sodom, dan Mesir hampir di semua juz. Di samping itu, bangsa-bangsa ini kuat dan maju: membangun kota, benteng kokoh, istana megah hingga peradaban. Di antaranya bahkan disebut telah mengelola dan memakmurkan bumi melebihi umat-umat setelahnya.

Ajal Semua Bangsa dan Peradaban

Namun bukan berarti yang di luar itu luput dari ajal. Bangsa dan peradaban besar lainnya seperti Mesopotamia, Babilonia, Persia, Yunani, dan Romawi juga runtuh, sekalipun Hammurabi, Nebukadnezar, Cyrus the Great, Alaxander the Great, Julius Ceasar, dan orang-orang perkasa lainnya memimpin mereka. Bahkan konon Manna, Ahura Mazda, Apollo, Zeus, dan dawa-dewa lainnya melindungi. Maya, Inca, dan Aztec merupakan penguasa benua Amerika yang runtuh setelah diinvasi Eropa. Mongol, Mughal, Sriwijaya, Majapahit, Turky Utsmani, adalah sederet penguasa di Asia yang juga mengalami nasib serupa. Sains modern bahkan menemukan dan mengidentifikasi Lemuria sebagai peradaban canggih puluhan ribu tahun silam, Gobekli Tepe, juga Atlantis dengan semua spekulasi tentangnya.

Tidak hanya yang kuno, ajal juga menjemput bangsa modern. Uni Soviet, misalnya, adalah entitas komunis terbesar sejagad dan satu-satunya rival AS usai Perang Dunia II, namun siapa sangka ia runtuh di abad yang sama dengan kelahirannya, mati muda (-pen). Olehnya itu, tiada guna meributkan Ghost Fleet yang meramal bubarnya sejumlah bangsa pada paruh pertama abad ini, termasuk How Democraties Die yang diunggah Anis Baswedan. Cepat atau lambat, suka atau tidak, semua bangsa yang ada hari ini pasti akan mengalaminya. Meramal keruntuhan bangsa bagaikan meramal matahari terbenam.

Ajal Yerusalem

Juga tidak menjamin bangsa dan peradaban yang dibangun oleh rasul-rasul Tuhan berdiri selamanya. Buktinya, 3 milenium terakhir semua runtuh secara bergantian. Yerusalem, misalnya, dibangun oleh Nabi Musa bersama bangsanya, Bani Israel, pada abad ke-14 SM di Palestina. Entah mengapa pena kontemporer terkesan menutupinya, beda dengan Taurat (Perjanjian Lama) yang detail mencatat mulai dari kelahiran, kejayaan sampai kematian Yerusalem.

Kejayaan Yerusalem menemui puncaknya pada era Sulaiman (anak Daud), nabi sekaligus penguasa bijaksana, berilmu, perkasa, dan disegani oleh raja-raja dunia. Di tangannya Yerusalem dikenal sebagai “Kota Terang Allah”, "mercusuar dunia", tempat dunia menimba ilmu dan kebijaksanaan Tuhan berabad-abad lamanya. Namun sepeninggal Sulaiman, Yerusalem mengalami kemunduran, pecah, hingga perang saudara yang berkepanjangan. Keadaan ini memaksa masing-masing bersekutu dengan bangsa-bangsa luar untuk memperoleh dukungan dan bantuan. Alih-alih, hal itu malah membuatnya semakin terpuruk, melemahkan kepemimpinanhingga tidak berdaulat lagi. Walhasil, pada abad ke-7 SM Babilonia menginvasi Yerusalem yang rapuh, membantai penduduk termasuk raja Israel, menawan nabi-nabi, dan memorakporandakan kotanya, sehingga Yerusalem seketika lumpuh.

Sejak itu, hegemoni Blok Timur (Babilonia, Persia) dan Blok Barat (Yunani, Romawi) mengisi sejarah peradaban dunia menggantikan posisi Yerusalem. Dan keduanya, terutama Blok Barat, menjadi pusat peradaban dan rujukan dunia, dikenal sebagai bumi kaum filsuf dan raja-raja perkasa. Sementara Bani Israel kembali tertindas oleh bangsa-bangsa, meratapi nasib mereka lewat ritus-ritus agama sambil menunggu Sang Mesias yang dijanjikan Tuhan untuk membebaskan mereka dari penjajahan bangsa-bangsa.

Nasib serupa juga menimpa Kerajaan Allah (Yerusalem II) yang dibangun oleh Nabi Isa (Almasih) bersama Bani Israel yang memercayainya. Betapapun, ini hampir mustahil dijumpai dalam catatan sejarah. Sengketa dan kemelut teologis antarsesama teolog dan sarjana-sarjana biblikal atas tema-tema penting seperti "Kerajaan Allah" itu sendiri, "Status Keilahian Yesus", “Penyaliban”, "Kematian dan Kebangkitan", dan lainnya, yang tidak pernah surut sejak era-era awal, tak ubahnya kabut yang menutupi jejak mesianik Nabi Isa. Namun di antara semua ini, Injil (Perjanjian Baru) telah meniscayakan kesuksesan Nabi Isa membebaskan Bani Israel dari penjajahan bangsa-bangsa dan memulihkan Yerusalem melalui upaya pengungkapan alegoris (baca: amtsal), termasuk juga keruntuhannya kembali. Tuhan pun memberitahukan keberhasilan Nabi Isa ini kepada Nabi Muhammad di antaranya dengan mengatakan, “Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka (Isa Almasih dan pengikutnya) menjadi orang-orang yang menang”.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline