Lihat ke Halaman Asli

Doa 17 di 71-nya

Diperbarui: 16 Agustus 2016   20:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gambar; one2pret.blogspot.com

Gegap gempita hati kami karena esok merupakan peringatan bersejarah bangsa ini; Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Jatuh pada tanggal 17 Agustus 2016 di usia kemerdekaannya yang ke-71. Tetapi sayangnya, agak tercoreng sedikit dan terpaksa akan dilewati dengan tidak sedikit rasa belasungkawa. Penyebabnya ialah sebuah pelecehan nilai pendidikan bangsa ini; penganiayaan terhadap guru. Hal serupa ini telah berulangkali terjadi. Lagi dan lagi.  Dan khusus yang terakhir ini, bersama kita ketahui; pengeroyokan seorang guru oleh oknum orang tua dan murid di salah satu SMA di Makasar. Sungguh marah si oknum orang tua terhadap guru yang telah dianggap memukul sang murid yang terhormat. Saya terpaksa mengatakan “sang murid yang terhormat” dengan sebuah konotasi agar para guru lainnya di luar sana mulai menanam hormat pada murid-muridnya dan jangan sekali-kali menuntut dihormati. Dengan demikian para guru tidak lagi terseret kasus serupa di kemudian hari. Untuk apapun alasannya, hormatilah para murid yang terhormat itu jika tidak mengerjakan tugas, tidur di kelas, mengamuk bahkan menyumpahi guru.

Hormatilah para murid sebab mereka adalah generasi penerus dari bangsa yang sudah merdeka ini. Siapa lagi yang akan meneruskan napas bangsa besar ini jika bukan mereka para murid yang sedang menuntut hak mereka. Hak untuk diajar, dididik, diayomi, disanjung-sanjung, dielu-elukan, bahkan diapresiasi sekalipun perbuatan mereka samasekali tidak mencerminkan karakter orang terdidik apalagi berilmu. Wahai para guru, sungguh besar kesalahanmu sebab engkau terlalu mendahulukan kewajibanmu daripada hakmu.

Kepada engkau orang tua, janganlah segan untuk membela anak kalian dengan sekuat tenaga. Keringat kalian untuk mereka. Generasi penerus kalian sekaligus warisan berharga bangsa ini. Jangan sekali-kali pakai nalar apalagi common sense dalam menelaah perkara secara bijak dan bajik. Cukup hati saja. Bangsa ini punya hati yang sangat suci sehingga pemahaman tidak diperlukan lagi. Apalagi yang namanya tatakrama, itu kata lawas, bukan? Guru-guru di sekolah itu hanya sekelompok tenaga kerja tanpa hati dan berbau buku saja.

Sebagian besar murid yang terhormat ini juga punya hobi, harap bapak guru semua tahu. Mereka senang tawuran dan menjalani ketengilan dalam kehidupan belajar mereka. Ini juga harap dimaklumi. Mental keroyokan ini adalah hasil belajar yang baik dari para guru yang berdosa. Saya pribadi mulai beranggapan bahwa saking seringnya mendidih, darah mereka tidak lagi merah melainkan pink alias merah muda. Karena hanya mental barby saja yang senangnya main keroyokan. Jika dipisahkan dari kelompoknya, elus-elus murid anda sebab dia sedang menangis tersedu-sedu. Bawalah dia dalam pelukan mesra atau ajaklah untuk membalas sakit hatinya dengan cara menemani sekalian memanggil orang sekampung untuk tawuran kemudian menutupi mental pengecutnya.

Terakhir, mari berdoa tanpa henti bahwa kita diberi umur panjang agar mampu menjaga martabat bangsa ini dengan nilai pendidikan yang tinggi. Masih banyak juga di luar sana, para murid dan orang tua yang masih punya hati, tatakrama serta mendahulukan akal daripada nafsunya. Maka doakanlah mereka, murid dan orang tua yang mendahulukan kewajiban itu,  agar tidak terinfeksi hingga cacat karakternya. Doakan juga agar darah mereka tidak berubah menjadi merah muda. Dimana-mana darah sama merah, tulang sama putih, berkibarlah sang merah putih. Kemerdekaan harga mati, apapun bentuk penjajahnya.   

Buana Kemi, 16 Agustus 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline