Lihat ke Halaman Asli

Memaklumi Ahok dan Angkot Ngetem

Diperbarui: 25 Agustus 2015   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya selalu salut dengan ketegasan Ahok. Beberapa waktu lalu ini dia ngancem mau cabut trayek angkot yg ngetem sembarangan. "Mungkin 20% kemacetan di Jakarta ini karena angkot ngetem sembarangan," katanya.

Kalaupun angka itu benar, kenapa bukan yg 80% yang diprioritaskan?

Kayaknya gak ada yang bantah kalau angkot ngetem itu bikin macet. Masalahnya, apa penyebab dia ngetem sembarangan?

Pertama dan terutama: kalau disebut sembarangan, apa memang ada tempat ngetem resmi? yg didesain sedemikian rupa sehingga efektif jadi titik transfer penumpang, misalnya?

Lalu coba kita pindahkan sudut pandang kita dr perspektif supir angkot. Sederhana to? gua butuh duit, disana tempatnya banyak sewa (penumpang).

Cilakanya, orang memang banyak males jalan sehingga naik angkot yg paling cepat dia temui. Ya manusiawi dong, memang tidak ada upaya edukasi untuk itu, apalagi fasilitasnya tidak memadai. Tapi kalo fasilitasnya ada, penumpang yang bandel naik sembarangan juga harus bisa ditindak. Kalo sewanya gak ada kan angkot enggak bakal ngetem?

Saya bisa katakan, sopir-sopir angkot ini korban sistem. Yang mikro, sistem setoran yang dipakai di dunia per-angkotan. Yang makro, ketiadaan pola transportasi dan tata ruang yang baik. Belum lagi bicara pertumbuhan mobil pribadi yang tak terkontrol. Padahal, kalau bisa ditekan, orang pasti mau gak mau naik angkot, jadi angkotnya gak perlu ngetem kan? hehe..

Banyak faktor. Inilah yang 80% tadi. Kalo yang 80% ini ditangani, yg 20% (perilaku supir angkot) akan ngikut kok. Jangan kebalik pendekatannya.

Lebih baik kita atasi sistemnya meski sedikit demi sedikit, daripada buang2 energi untuk pendekatan parsial. Karena, tanpa pendekatan sistem, penyakitnya pasti gampang kambuh lagi.

Kita akui keterbatasan membuat kita tidak mungkin mengatasi semua masalah sekaligus. Maka kita perlu skala prioritas. Menentukannya ini yang perlu kebijaksanaan dan empati.

Apesnya memang, angkot semrawut gampang jadi kambing hitam karena terlihat jelas, sedangkan kalo ngemeng sistem, kesannya abstrak dan sebatas teoritis doang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline