Lihat ke Halaman Asli

Bryan Zefanya

Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Ilmu Komunikasi

Perkembangan Pemakaian Baju Adat Melayu pada Zaman Sekarang di Pekanbaru

Diperbarui: 4 Juni 2022   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto diambil dari Riaunews.com

Suku melayu merupakan suku yang tersebar luas di seluruh pelosok Indonesia bahkan sampai ke mancanegara seperti Malaysia, Singapura, hingga Brunei Darussalam. Di Indonesia sendiri, suku melayu sebagian besar tinggal di sepanjang pulau Sumatera seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Kepulauan Riau, dan terkhususnya Provinsi Riau. Nama "Malayu" sendiri diambil dari nama kerajaan dengan nama yang sama yaitu Kerajaan Malayu yang pernah berkuasa di tepi Sungai Batang Hari di Provinsi Jambi. Tetapi, Kerajaan Malayu telah dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya yang memilki kekuasaan lebih besar di berbagai wilayah pada zaman itu. Seiring berjalannya waktu, pedagang Melayu telah melakukan kegiatan perdagangan dan menyebar ke berbagai penjuru Asia Tenggara, dan mereka turut juga membawa tradisi dan budaya Melayu ke Kawasan yang mereka singgahi, oleh karena itu bahasa Melayu banyak dikenal di seluruh wilayah Asia Tenggara.

Foto diambil dari Tribun-medan.com

Salah satu ciri khas suku Melayu yang paling gampang dikenali adalah penggunaan dialek atau aksen bahasa Melayu yang sangat kental dan gampang untuk diketahui. Suku Melayu juga terkenal akan keramahannya dan mempunyai karakteristik yang lemah lembut dan menjaga sopan santun. Mayoritas suku Melayu merupakan beragama islam, sehingga banyak hasil dari kebudayaan suku melayu memiliki corak islam didalamnya, seperti contohnya yaitu adanya beberapa kosakata dari suku Melayu yang mempunyai serapan dari bahasa Arab khususnya dari Al-Quran. Sangat banyak sekali hasil kebudayaan yang dihasilkan dari suku Melayu seperti bahasa khas, rumah adat, makanan, minuman, dan tidak dikesampingkan juga yaitu pakaian adat Melayu. Yang akan kita bahas saat ini yaitu perkembangan pakaian adat khas Melayu.

Foto diambil dari Jambiupdate.co

Pakaian adat khas suku Melayu yang paling terkenal adalah baju Kurung dan baju tersebut sering diasosiasikan dengan kaum perempuan. Sedangkan, untuk laki-laki baju yang sering digunakan adalah baju Cekak Musang.  Ciri khas dari baju Melayu adalah rancangan atau desain baju yang longgar pada bagian lubang lengan, bagian perut, dan juga bagian dada. Model tertutup tersebut disesuaikan dengan nilai dari agama Islam yaitu untuk mempresentasikan nilai kesopanan. Baju Melayu Cekak Musang terdiri dari celana, kain, dan juga songkok atau topi tradisional orang Melayu. Sedangkan, baju Kurung terdiri atas selendang dan juga kain. Makna pakaian Melayu juga dikaitkan dengan fungsinya yaitu untuk penjemput budi, penutup malu, dan juga penolak malapetaka.

Seiring perkembangan zaman, pemakaian baju adat khas Melayu mulai jarang digunakan terkhususnya oleh anak-anak maupun remaja pada zaman sekarang yang sudah mulai perlahan melupakan budaya ataupun adat dari Melayu tersebut dikarenakan adanya perkembangan teknologi maupun pengaruh dari adanya baju-baju dari dunia Barat yang lebih menarik. Dari adanya kasus tersebut, mantan Walikota Pekanbaru yang bernama Herman Abdullah pun terinspirasi untuk membuat peraturan yang mewajibkan PNS dan juga siswa SD, SMP, dan SMA untuk memakai seragam baju adat khas Melayu di setiap hari Jumat.

Foto diambil dari Cakaplah.com

Jika dikaitkan dengan teori dari Bourdieu yang saya kutip dari jurnal Pierre Bourdieu, Sang Juru Damai (N. Krisdinanto, 2014), pemakaian baju adat melayu dapat dijadikan sebagai sebuah habitus atau kebiasaan dengan ranah yang berada di ruang lingkup kota Pekanbaru seperti seragam sekolah dan juga seragam PNS dengan bermodalkan budaya yang menciptakan praktik yaitu sebuah kebijakan atau aturan untuk mewajibkan pemakaian baju adat Melayu agar baju adat tersebut bisa dikenal kembali oleh seluruh masyarakat Pekanbaru, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Kebijakan tersebut juga bertujuan agar budaya Melayu bisa dilestarikan dan tidak terlupakan oleh masyarakat Pekanbaru.

Daftar Pustaka :

N. Krisdinanto. (2014). Pierre Bourdieu, Sang Juru Damai. KANAL: Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline