Lihat ke Halaman Asli

Saat Siaran Sepakbola Tak Lagi Merakyat!

Diperbarui: 1 Juli 2016   17:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sepakbola sejak dahulu kala telah menjadi salah satu hiburan umum bagi hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia baik sepakbola dalam negeri maupun liga-liga kompetisi internasional. Hal ini menyebabkan hampir semua stasiun televisi berebutan untuk menyiarkan laga sepakbola yang menjanjikan rating dan share tinggi yang turut meningkatkan keuntungan bagi stasiun televisi tersebut. 

Namun seiring berkembangnya sistem pertelevisian Indonesia, para pengusaha televisi yang dulunya hanya memiliki satu stasiun televisi saja semakin mengembangkan bisnis pertelevisian mereka dengan menambah jumlah stasiun televisi mereka miliki dengan mengakusisi saham televisi lain atau membuat stasiun televisi yang benar-benar baru.

Sebut saja MNC Group yang membawahi 4 stasiun televisi antara lain RCTI, Global TV, MNC TV, serta i-News TV yang menjadi pendatang baru dalam televisi berita Indonesia. Ada juga TRANSCORP yang memiliki 3 stasiun televisi yaitu TRANS TV, TRANS 7, serta CNN Indonesia dan BAKRIE Group yang memiliki 2 stasiun televisi ANTV dan TVONE. Tak ketinggalan EMTEK yang menguasai 2 stasiun televisi antara lain Indosiar dan SCTV. Beberapa group pengusaha televisi tersebut bahkan tidak hanya berhenti mengembangkan usahanya dengan memiliki stasiun televisi lebih dari satu tetapi juga mengembangkan bisnis mereka dengan membuat jaringan televisi kabel berlangganan mereka.

Dalam urusan televisi kabel di Indonesia, MNC Group memiliki Indovision sebagai televisi kabel mereka. TRANSCORP mempunyai TRANSVISION, BAKRIE Group memiliki VIVA, serta EMTEK Group mempunyai televisi berjaringan yaitu NexMedia. Selain itu masih ada beberapa televisi berjaringan lain seperti K-Vision yang dimiliki oleh Kompas Gramedia yang turut memiliki Kompas TV serta First Media dan Big TV yang dimiliki oleh Lippo Group. Lalu apa hubungan siaran sepakbola dengan para pemilik bisnis pertelevisian yang semakin mengembangkan bisnisnya dengan membuat jaringan televisi kabel berlangganan mereka?

Dengan banyaknya layanan televisi kabel sekarang yang dimiliki oleh pengusaha yang juga memiliki stasiun televisi yang berjaringan UHF (Ultra High Frequency) secara tidak langsung menyebabkan para pengusaha harus membagi fokusnya kepada beberapa hal dan menyebabkan persaingan antar jaringan televisi kabel dengan jaringan televisi bebas tayang atau jaringan UHF

Namun di lain sisi, para pengusaha tersebut juga harus berfikir bagaimana caranya agar mereka dapat memenangkan persaingan menghadapi jaringan televisi kabel lainnya. Caranya adalah menyajikan tayangan yang berbeda dan tidak dimiliki oleh jaringan televisi  kabel lainnya. Salah satu tayangan yang dinilai paling menjual adalah tayangan sepakbola.

Disini letak jelas hubungan siaran sepakbola dengan penayangannya di televisi. Karena banyaknya televisi berjaringan maka mengakibatkan hampir setiap awal musim kompetisi sepakbola atau menjelang pagelaran kompetisi sepakbola internasional, topik perbincangan mengenai jaringan televisi mana yang memegang hak siar sepakbola menjadi sebuah perbincangan yang hangat. Selain itu, hal lain yang menjadi topik pembahasan yang menarik sekaligus "menegangkan" bagi para penikmat sepakbola adalah apakah ada stasiun televisi terrestrial yang menayangkan tayangan sepakbola secara gratis.

Terkait dengan banyaknya jaringan televisi kabel yang berbeda-beda yang saling bersaing dan mengandalkan siaran sepakbola untuk mengaet penonton maka sebuah hal yang lumrah terjadi saat sebuah siaran sepakbola yang dipegang oleh sebuah televisi berjaringan adalah sesuatu yang disebut dengan pengacakan Saya akan memberikan sebuah contoh kasus terkait dengan pengacakan ini. 

Semakin berkembangnya bisnis pertelevisian di Indonesia maka tidak hanya siaran sepakbola mancanegara yang mengalami pengacakan tetapi juga siaran sepakbola dalam negeri. Sebut saja kasus EMTEK yang mengacak siaran ISC 2016 pada televisi berjaringan lainnya dan daerah-daerah siaran terpencil yang mendapat banyak komentar negatif dari para netizen pada pertandingan-pertandingan awal kompetisi. Ini merupakan sebuah contoh dampak dari berkembangnya industri penyiaran yang menyebabkan siaran sepakbola tak lagi merakyat.

Inilah pembahasan mengenai siaran sepakbola yang tak lagi merakyat, judul ini bukan bermaksud menyalahkan perkembangan zaman tetapi sekedar menjadi acuan anda para pembaca bahwa jangan menyalahkan para pengusaha yang mengacak siaran sepakbola karena satu dan lain hal. Jika kalian punya komentar baik setuju maupun tidak setuju, silahkan ditulis di kolom bawah ini! Pada artikel-artikel berikutnya, saya akan menjelaskan peta penyiaran kompetisi sepakbola tahun 2016/17. Maju terus pertelevisian Indonesia bersama BryanTvHardi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline