Lihat ke Halaman Asli

SCTV: Berhasilkah Bangkit dengan Sinetron (Lagi)?

Diperbarui: 7 Juni 2016   20:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Setelah membahas artikel mengenai RCTI beberapa hari yang lalu (Selengkapnya), hari ini saya akan membahas seputar stasiun televisi Indonesia lainnya yang berdiri tepat satu tahun setelah berdirinya RCTI yaitu pada tanggal 24 Agustus 1990. Stasiun televisi tersebut adalah SCTV (Surya Citra Televisi). SCTV sekarang ini adalah salah satu stasiun televisi yang sudah cukup ternama sebagai televisi yang cukup mengandalkan berbagai jenis tayangan sinetron dalam menjalankan televisinya sampai saat ini. Salah satu sinetron fenomenal yang cukup lama berada di peringkat rating harian tertinggi dan menempatkan SCTV sebagai stasiun televisi dengan share tertinggi adalah Ganteng-Ganteng Serigala (GGS). Sinetron tersebut bahkan berhasil melejitkan nama beberapa pemerannya hingga sekarang saat sinetronnya sudah tidak ada. Sebut saja Aliando, Prilly, Kevin Julio, Jessica Mila, dll. Mereka masih tampak berkeliaran di berbagai stasiun televisi Indonesia.

Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh lagi. Benar saja. Setelah bertahan selama berbulan-bulan dengan jumlah penonton yang luar biasa, walaupun banyak juga pihak-pihak yang tidak suka, akhirnya jumlah penonton GGS secara teratur berkurang sedikit demi sedikit. Salah satu kesalahan terbesar SCTV saat itu adalah bukannya melakukan sesuatu untuk meningkatkannya lagi justru tidak sampai seminggu menggeser jam tayangnya menjadi lebih malam. Apa yang ingin saya jelaskan dari deskripsi diatas? Saya ingin memberikan gambaran bahwa SCTV merupakan sebuah televisi yang berfokus pada rating dan keuntungan tanpa secara serius memperhatikan kualitas dari tayangan tersebut. Sekali sebuah acara menurun jumlah penontonnya atau dari awal tayang memiliki jumlah penonton yang kurang memuaskan, maka SCTV tak segan-segan menggeser jam tayangnya menjadi jam malam yang bukan jam utama penonton televisi (Prime Time) hingga menghentikan penayangannya bahkan ketika sinetron tersebut belum tayang hingga seminggu.

Selain GGS, serial televisi lain yang mendapat masalah dari sikap SCTV yang mengincar rating "setinggi-tingginya" adalah serial Elif. Semata-mata karena rating season 1 nya bagus maka season 2 nya ditaruh di jam yang berhadapan langsung dengan sinetron paling fenomenal sekarang yaitu AJ sehingga ratingnya terjun bebas bahkan tidak masuk Top 20 dalam rating harian program televisi. Dari keinginan untung justru menjadi buntung.

Sikap manajemen SCTV yang bertindak seenaknya membuat para penonton setia sinetron di SCTV bahkan malas menonton sinetron-sinetron di SCTV dengan alasan tidak puas jika mereka sudah tertarik pada sebuah sinetron namun seenaknya digeser atau dihentikan penayangannya. Hal ini membuat SCTV sebagai sebuah stasiun televisi cukup kesulitan meningkatkan kembali jumlah penonton setianya. Jika biasanya mereka menempati peringkat 3 besar rating harian dengan stabil, namun setelah GGS "ditamatkan" share harian mereka pun menurun drastis. SCTV sempat selama 1 minggu terlempar dari 5 besar share televisi harian hingga sedikit demi sedikit bangkit kembali walaupun belum berhasil ke posisi mereka pada awalnya. Sekarang ini, sinetron garapan SCTV yang sedang terkenal di kalangan anak muda pecinta sinetron adalah sinetron Mermaid in Love. Sinetron ini mengambil segmen penonton anak-anak muda dan remaja. Sinetron MIL saat ini cukup bisa membangkitkan rating SCTV walaupun belum sebaik dulu.

Kalau dari tadi kita bicara rating, maka sekarang kita akan bicara kualitasnya sedikit walaupun saya kurang tertarik membahas sinetron SCTV secara kualitas karena jujur saya jarang menyaksikan sinetron garapan SCTV yang buat saya kurang menarik dan cenderung membosankan. Bukan satu-dua judul sinetron, melainkan hampir seluruh sinetronnya. Untuk kualitas, SCTV masih harus banyak sekali belajar untuk membuat cerita yang bukan sekedar "tambal" demi durasi tayang yang panjang, membuat cerita yang berbobot yang bukan sekedar ribut-ributan dan permasalahan keluarga, serta tidak "latah" dalam menayangkan program televisi. Apa yang saya maksudkan dengan "latah"? Maksudnya, jika pada televisi lain sedang terkenal program seperti A, maka akan mereka membuat program "plagiat halus" dengan membuat program yang mirip namun tak sama. Ini adalah budaya yang buruk untuk dilakukan.

Selain itu, SCTV juga harus memperbaiki penayangan acara musik Inbox yang tayang setiap paginya. Embel-embel "acara musik" yang mereka gunakan tidak relevan dengan realita pelaksanaan acara yang terlalu banyak gimmick dan sangat sedikit unsur musiknya. Dalam urusan olahraga, SCTV termasuk salah satu stasiun televisi yang rajin menayangkan event-event olahraga mayoritas kompetisi sepakbola misalnya EPL serta kompetisi Indonesia (TSC 2016). Salah satu masukan adalah jangan hanya memikirkan rating semata karena hanya tim dengan jumlah penonton yang banyak yang akan ditayangkan. SCTV juga sempat menayangkan beberapa jenis ajang pencarian bakat mulai dari menyanyi (La Academia Junior), Indonesia Got Talent, serta kompetisi The Dance Icon Indonesia yang hampir semuanya flop atau bisa dikatakan gagal menarik minat penonton. Mungkin karena SCTV sudah disimbolkan sebagai televisi sinetron sehingga para penonton Indonesia tidak terlalu tertarik dalam menanti dan menyaksikan acara tersebut. Selain itu juga karena ketidakmatangan konsep dan persiapan acara juga menjadi faktor kegagalan program-program tersebut untuk meledak di pertelevisian Indonesia.

Namun, kelebihan SCTV yang harus ditiru oleh kebanyakan stasiun televisi lainnya adalah bahwa divisi news atau tayangan berita di SCTV termasuk salah satu yang paling netral serta dikemas tidak dengan cara yang berat untuk diikuti namun menarik untuk disaksikan. Hal ini terbukti dengan beberapa kali Liputan 6 Siang masuk nominasi program berita terbaik di Panasonic Gobel Awards. Program berita ini juga memiliki rating yang paling tinggi dibandingkan tayangan berita di televisi-televisi non berita lainnya. Hal ini harus terus dipertahankan selagi terus ditingkatkan.

Berdasarkan judul diatas "SCTV: Berhasilkah Bangkit Dengan Sinetron (LAGI)?", menurut analisa saya, untuk bangkit dan menjadi televisi dengan sinetron unggulan nomor satu masih harus menunggu waktu sinetron kompetitor mereka untuk ditinggalkan penontonnya perlahan-lahan. Namun, hanya mengandalkan sinetron untuk mencari rating bukanlah hal yang baik untuk jangka waktu yang lama apalagi dengan kualitas sinetron yang "kurang baik".

Kesimpulan: SCTV sebagai salah satu stasiun televisi swasta senior harus mampu memberikan contoh penayangan yang baik minimal dengan menyajikan cerita-cerita sinetron yang tidak merusak generasi muda. SCTV juga harus memperkaya jenis acaranya dan tidak hanya bertumpu pada sinetron dan FTV semata namub harus memperluas cakupan acaranya. Selain itu, SCTV juga harus meningkatkan kualitas acara musik Inbox menjadi "lebih musik" sehingga juga menjadi tontonan yang dapat memberikan referensi musik yang baik bagi para pemirsa. Dalam urusan berita, SCTV harus mempertahankan kredibilitasnya sebagai stasiun berita yang dapat dipercaya masyarakat. Terakhir, SCTV harus mampu menyadari bahwa siaran di televisi tidak melulu soal rating dan share tetapi lebih dari itu harus mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Anak soleh harus taat,

Jangan berkepala batu,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline