Dia bangun barisan bukit kapur untukmu. Agar runtuh kala tersentuh. Bersamaan dengan dikabarkan padamu. Arti sebenarnya tetes peluh.
Lalu kau terima kenyataan. Bahwa dunia tidak seindah yang kau bayangkan. Dan kau tinggalkan ia. Sendiri bersama kerapuhannya.
Kau memilih jalan tersunyi. Yang lebih sepi daripada diam. Kekosongan. Dari pamrih dan harapan.
Saat kau pergi. Orang masih tak mengerti. Mengapa kau mengaisi reruntuhan. Demi beberapa genggam kapur ditangan.
Dengan tulisan. Kau dan kapurmu mengajar di papan hitam. Kau bagi rata pengetahuan. Sampai mata mereka terbuka pada dunia. Lewat angka dan kata kata.
Diterangilah hidup mereka. Dengan jendela yang kau buka. Diberkatilah mati mereka. Dengan lilin yang kau nyala.
Guru,
Empat puluh tahun lamanya.
Jakarta,12.46
2 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H