Lihat ke Halaman Asli

Tampilan Nyata Hidup Tenaga Kesehatan

Diperbarui: 8 Maret 2023   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di era pandemik ini, siapa yang tidak mengenal tenaga kesehatan? Mungkin kita sering mendengar tentang perjuangan perjuangan mereka melawan virus Covid-19 ini dan bagaimana mereka memperjuangkan hidupnya untuk mengakhiri pandemik ini. Banyak orang yang mengatakan bahwa bekerja menjadi tenaga kesehatan merupakan pekerjaan yang mulia. Ada juga yang mengatakan bahwa sistem kesehatan merupakan sistem yang hanya melayani orang kaya. Tetapi hal yang jarang orang bicarakan adalah orang yang bekerja di sistem kesehatan tersebut yaitu tenaga kerja kesehatan. Di esai kali ini, saya ingin memberitahu kalian bagaimana tampilan nyata hidup tenaga kesehatan.

Pekerja tenaga kesehatan merupakan barisan utama dalam menghadapi penyakit, apalagi di era pandemik ini. Tenaga kesehatan terdiri dari banyak bagian, ada dokter, perawat, manajemen, staf pengurus sistem, dan masih banyak lagi. Yang paling sering kita dengar adalah dokter dan perawat. Orang-orang mengira bahwa hidup tenaga kesehatan gampang, tetapi aslinya sangat sulit. Contohnya seperti dokter, anyak yang mengatakan bahwa bekerja menjadi dokter akan membuatmu menjadi kaya dengan gampang dan memberimu status sosial yang tinggi. Hal tersebut benar kecuali di bagian gampangnya.

Faktanya, dokter harus menempuh edukasi S1(umum) dan S2(spesialis) selama 10-15 tahun. Kebanyakan orang bahkan sudah lelah menempuh kuliah selama 4 tahun. Proses menjadi dokter sangat lama dan sangat kompetitif karena peminat-peminatnya yang sangat pintar. Materi dan jam kuliahnya juga tidak ada bedanya dengan bekerja secara langsung. Setidaknya setelah selesai kuliah, dokter spesialis mendapat gaji yang sangat tinggi sehingga dapat membuat semuanya sepadan. Tetapi masih ada bagian yang cukup sedih yaitu perawat. Perawat hanya perlu menempuh pendidikan selama 4 tahun, sangat sebentar apabila dibandingkan dengan dokter. Tetapi sedihnya itu, perawat digaji kurang cukup untuk kerjanya, memiliki jam kerja yang sangat tinggi apalagi di era pandemik ini, dan kurang dihargai di masyarakat. Tenaga kesehatan lainnya juga mengalami nasib yang cukup sedih yaitu kurangnya gaji dan tingginya jam kerja.

Beban psikis menjadi tenaga kesehatan juga sangat berat. Tenaga kesehatan harus melihat pasien kritis dan kematian sepanjang hari. Beban tersebut tentunya sangat berat dan banyak tenaga kesehatan yang mengalami burnout (kelelahan). Menurut fk.ui, 83% tenaga kesehatan mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat. Mereka juga mengalami keletihan emosi dan kesusahan merasakan empati apalagi di masa pandemik ini. Saya sendiri juga memiliki ibu yang dulunya bekerja di farmasi dan memiliki teman dekat yaitu kepala perawat. Kepala perawat tersebut mengatakan dia menikmati membantu orang tetapi tentu saja melihat kejadian tragis sebanyak itu akan membuat seseorang lelah.

Hal yang dapat kita lakukan adalah menghargai tenaga kesehatan yang sudah berjuang untuk menjaga kesehatan kita. Kita harus ingat bahwa mereka tetap merupakan manusia dan memiliki perasaan. Indonesia juga sangat membutuhkan wajah-wajah baru di tenaga kesehatan karena kurangnya tenaga kesehatan selama pandemik ini. Dengan meningkatnya tenaga kerja, masalah seperti jam kerja yang sangat tinggi dapat diatasi. Kita harus ingat bahwa mereka tetap merupakan manusia dan memiliki perasaan. Bersama kita dapat membuat kondisi tenaga kesehatan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline